BAB I
PENDAHULUAN
Mampukah fikih menjawab tantangan
kemajuan rekayasa genetika? Pesatnya perkembangan teknologi rekayasa genetika
haruslah terkejar oleh produk-produk fikih yang ada selama ini. Seperti halnya
masalah fikih-fikih terdahulu sebagaimana diberikan oleh para ulama
seperti soal bayi tabung dan imsemnasi buatan, maka masalah rekayasa genetika,
sampai pada soal revitalisasi DNA, pembiakan sel lewat transplantasi,
bahkan menyelewengkan “penciptaan ” lewat pencangkokan jaringan sel yang
pada saat ini mulai banyak berkembang haruslah dicari solusinya.
Informasi terbaru, seperti
dilaporkan majalah ilmiah bebahasa Inggris, Scientific American, dalam
rubric “medicine”nya, adalah sukses besar praktik pengobatan lewat terapi gen
(Gene Theraphy). Yaitu, sebuah pengobatan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit
genetis. Modus operandi terapi ini adalah dengan cara mencangkokkan gen-gen
baru yang lebih sehat dengan mengganti gen-gen rusak yang membawa kelainan
dalam tubuh.[1]
Bukan
Cuma itu, terapi gen juga akan dipakai untuk mengobati kelainan fisik dan
perilaku. Hidung pesek, misalnya diubah menjadi mancung. Caranya mudah, cukup
dengan mengganti gen-gen yang membawa unsur pesek dengan yang mancung.
Lalu
bagaimana fikih mengantisipasi masalah ini? Bagaimanapun, tampaknya masih
diperlukan penelaahan lebih lanjut tentang masalah ini, yaitu bagaimana hokum
islam tentang zat genetic (Kloning) itu?
Islam mengajarkan kita untuk tidak
boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam
menggapai karunia Allah SWT. Demikian pula dengan keinginan memiliki keturunan
setelah adanya pernikahan yang sah. Betapa bahagianya kita jika setelah menikah
mendapatkan karunia yang sangat indah yaitu seorang bayi. Bagaimana dengan
seseorang yang ternyata setelah menikah bertahun-tahun belum memiliki
keturunan? Berfikirlah postif! Ya mungkin Allah belum percaya kepada kita
karena kita belum dianggap bisa menjaga amanatnya (anak) tapi apa salahnya jika
kita terus berusaha dan berdoa, meminta kepada Allah agar diberikan karunia
yang sangat indah tersebut. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan proses bayi tabung. Karena percayalah Allah pasti memberikan
segala sesuatu yang terbaik untuk hambanya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bayi Tabung
2.1.1. Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau pembuahan
in vitro adalah sebuah teknik pembuahan yang sel
telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Ini merupakan salah satu metode
untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
2.1.2. Proses Bayi Tabung
Proses bayi tabung adalah proses
dimana sel telur wanita dan sel sperma pria diambil untuk menjalani proses
pembuahan. Proses pembuahan sperma dengan ovum dipertemukan di luar kandungan
pada satu tabung yang dirancang secara khusus. Setelah terjadi pembuahan lalu
menjadi zygot kemudian dimasukkan ke dalam rahim sampai dilahirkan.
2.1.3. Hukum bayi tabung menurut
pandangan islam
Masalah tentang bayi tabung ini
memunculkan banyak pendapat, boleh atau tidak? Misalnya Majlis Tarjih
Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan
sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal
1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam
sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau
ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari
isteri sendiri.
·
Pengambilan sel telur
Pengambilan sel telur dilakukan
dengan dua cara, cara pertama : indung telur di pegang dengan penjepit dan
dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur di periksa di
mikroskop untuk ditemukan sel telur. Sedangkan cara kedua ( USG) folikel yang
tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan
folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi.
pendapat
ulama
·Yusuf Qardawi mengatakan dalam
keadaan darurat atau hajat melihat atau memegang aurat diperbolehkan dengan
syarat keamanan dan nafsu dapat dijaga. Hal ini sejalan dengan kaidah ushul
fiqih:
“
Kebutuhan yang sangat penting itu diperlakukan seperti keadaan terpaksa (
darurat). Dan keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang”.
- Pengambilan sel sperma
Untuk mendapatkan sperma laki- laki
dapat ditempuh dengan cara :
o
Istimna’ ( onani)
o
Azl ( senggama terputus)
o
Dihisap dari pelir ( testis)
o
Jima’ dengan memakai kondom
o
Sperma yang ditumpahkan kedalam
vaginayang disedot tepat dengan spuit
o
Sperma mimpi malam
Diantara kelima cara diatas, cara
yang dipandang baik adalah dengan cara onani ( mastrubasi) yang dilakukan di
rumah sakit.
pendapat
ulama
·Ulama Malikiyah, Syafi’iyah,
Zaidiyah, mengharamkan secara multak berdasarkan Al-Qur’an surat Al- Mu’minun
ayat 5-7, dimana Allah telah memerintahkan manusia untuk menjaga kehormatan kelamin
dalam setiap keadaan, kecuali terhadap istri dan budak.
·Ulama
Hanabilah mengharamkan onani, kecuali khawatir berbuat zina atau terganggu
kesehatannya, sedang ia tidak punya istri atau tidak mampu kawin. Yusuf Qardawi
juga sependapat dengan ulama Hanabilah.
·Ulama
Hanafiyah berpendapat bahwa istimna’ pada prinsipnya diharamkan, namun istimna’
diperbolehkan dalam keadaan tertentubahkan wajib, jika dikhawatirkan jatuh
kepada perbuatan zina. Hal ini didasari oleh kaidah ushul adalah: “Wajib
menempuh bahaya yang lebih ringan diantara dua bahaya”
Ada 2 hal yang menyebutkan bahwa
bayi tabung itu halal, yaitu:
·
Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya
diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim
istrinya.
·
Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam
saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.
Hal tersebut dibolehkan asal keadaan
suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu
pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan.
Sebaliknya,
Ada 5 hal yang membuat bayi tabung menjadi haram yaitu:
·
Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada
indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam
rahim istrinya.
·
Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan
kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
·
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil
dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain
yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
·
Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki
dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
·
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil
dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya
yang lain.
Jumhur ulama menghukuminya haram.
Karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencampur adukkan nashab dan sebagai
akibat, hukumnya anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan
ibu yang melahirkannya. Sesuai firman Allah dalam surat (At-Tiin: 4) adalah: “Sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya”
Dan hadist Rasululloh Saw: “Tidak
boleh orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyirami air spermanya
kepada tanaman orang lain ( vagina perempuan bukan istrinya). HR. Abu Daud At-
Tarmidzi yang dipandang shahih oleh Ibnu Hibban”.[2]
2.1.4. Bayi Tabung Menurut Fatwa Mui
Menurut Fatwa MUI (hasil komisi fatwa
tanggal 13 Juni 1979), Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia memfatwakan sbb :
1.
Bayi tabung dengan
sperma clan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh),
sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidahkaidah agama.
2.
Bayi tabung dari pasangan
suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua
dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd
az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya
dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3.
Bayi tabung dari sperma yang
dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan
kaidah Sadd a z-zari’ah ( ), sebab hal ini akan menimbulkan masala~ yang pelik,
baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal
kewarisan.
4.
Bayi tabung yang sperma dan
ovumnya diambil dari selain pasangna suami isteri yang sah hukumnya haram,
karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar
pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah ( ), yaitu
untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Menurut salah satu putusan fatwa ulama Saudi
Arabia, disebutkan bahwa Alim ulama di lembaga riset pembahasan ilmiyah, fatwa,
dakwah dan bimbingan Islam di Kerajaan Saudi Arabia telah mengeluarkan fatwa
pelarangan praktek bayi tabung. Karena praktek tersebut akan menyebabkan
terbukanya aurat, tersentuhnya kemaluan dan terjamahnya rahim. Kendatipun mani
yang disuntikkan ke rahim wanita tersebut adalah mani suaminya. Menurut pendapat
saya, hendaknya seseorang ridha dengan keputusan Allah Ta’ala, sebab Dia-lah yang
berfirman dalam kitab-Nya: Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. (QS.
42:50) Namun demikian ada fatwa lain yang dikeluarkan oleh majelis Mujamma’
Fiqih Islami. Majelis ini menetapkan sebagai berikut:
Pertama: Lima perkara berikut ini diharamkan dan terlarang sama
sekali, karena dapat mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang
tua serta perkara-perkara lain yang dikecam oleh syariat.
1.
Sperma yang diambil dari pihak
lelaki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2.
Indung telur yang diambil dari
pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan
suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
3.
Sperma dan indung telur yang
disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke
dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka
tersebut.
4.
Sperma dan indung telur yang
disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam
rahim si istri.
5.
Sperma dan indung telur yang
disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain
Kedua: Dua perkara berikut ini boleh
dilakukan jika memang sangat dibutuhkan dan setelah memastikan keamanan dan
keselamatan yang harus dilakukan, sebagai berikut:
1.
Sperma tersebut diambil dari si
suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2.
Sperma si suami diambil
kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam
rahim istrinya untuk disemaikan. Secara umum beberapa perkara yang sangat perlu
diperhatikan dalam masalah ini adalah aurat vital si wanita harus tetap terjaga
(tertutup) demikian juga kemungkinan kegagalan proses operasi persemaian sperma
dan indung telur itu sangat perlu diperhitungkan. Demikian pula perlu
diantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran amanah dari orang-orang yang
lemah iman di rumah-rumah sakit yang dengan sengaja mengganti sperma ataupun
indung telur supaya operasi tersebut berhasil demi mendapatkan materi dunia.
Oleh sebab itu dalam melakukannya perlu kewaspadaan yang ekstra ketat. Wallahu
a’lam. Silakan lihat Mujamma’ Fiqih hal 34. Sementara itu Syaikh Nashiruddin
Al-Albani berpendapat lain, beliau berpendapat sbb :
“Tidak boleh, karena proses pengambilan mani
(sel telur wanita) tersebut berkonsekuensi minimalnya sang dokter (laki-laki)
akan melihat aurat wanita lain. Dan melihat aurat wanita lain (bukan istri
sendiri) hukumnya adalah haram menurut pandangan syariat, sehingga tidak boleh
dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sementara tidak terbayangkan sama
sekali keadaan darurat yang mengharuskan seorang lelaki memindahkan maninya ke
istrinya dengan cara yang haram ini. Bahkan terkadang berkonsekuensi sang
dokter melihat aurat suami wanita tersebut, dan ini pun tidak boleh. Lebih dari
itu, menempuh cara ini merupakan sikap taklid terhadap peradaban orang- orang
Barat (kaum kuffar) dalam perkara yang mereka minati atau (sebaliknya) mereka
hindari. Seseorang yang menempuh cara ini untuk mendapatkan keturunan
dikarenakan tidak diberi rizki oleh Allah berupa anak dengan cara alami (yang
dianjurkan syariat), berarti dia tidak ridha dengan takdir dan ketetapan Allah
Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Jikalau saja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menganjurkan dan membimbing kaum muslimin untuk mencari rizki berupa
usaha dan harta dengan cara yang halal, maka lebih-lebih lagi tentunya
Rasulullah[3]
2.2. Kloning
2.2.1. Pengertian Kloning
Kloning menurut bahasa adalah
berasal dari bahasa Yunani, yaitu clone atau klon yang berarti kumpulan sel
turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi aseksual.[4]
Sedangkan menurut istilah Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode
genetic yang sama dengan sel induknya tanpa diawali proses pembuahan sel telur
atau sperma tapi diambil dari inti sebuah sel pada makhluk hidup tertentu baik
berupa tumbuhan, hewan maupun manusia.[5]
2.2.2. Macam-macam Kloning
Dalam hal ini Kloning terdiri dari
beberapa macam, antara lain:
1. Kloning pada tumbuhan
Kloning pada tumbuhan yaitu
mencangkok atau menstek tanaman untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat
persis sama dengan induknya.[6]
2. Kloning
pada hewan
Kloning pada hewan pertama kali
dicoba pada tahun 1950-an pada hewan katak, tikus, kera dan bison juga pada
domba, dan dalam kelanjutannya proses yang berhasil hanyalah percobaan Kloning
pada domba. Awal mula proses pengkloningan domba adalah dengan mengambil inti
sel dari tubuh domba, yaitu dari payudara atau ambingnya lalu sifat khusus yang
berhubungan dengan fungsi ambing ini dihilangkan, kemudian inti sel tersebut
dimasukkan kedalam lapisan sel telur domba, setelah inti selnya dibuang
kemudian ditanamkan kedalan rahim domba agar memperbanyak diri, berkembang
berubah menjadi janin dan akhirnya di hasilkan bayi domba. Pada akhirnya domba
ini mempunyai kode genetic yang sama dengan domba pertama yang menjadi sumber pengambilan
sel ambing[7]
3.
Kloning pada embrio
Kloning embrio tejadi pada sel
embrio yang berasal dari rahim istri yang terbentuk dari pertemuan antara sel
sperma suaminya dengan sel telurnya lalu sel embrio itu dibagi dengan satu
teknik perbanyakan menjadi beberapa sel embrio yang berpotensi untuk membelah
dan berkembang. Kemudian sel-sel embrio itu dipisahkan agar masing-masing
menjadi embrio tersendiri yang persis sama dengan sel embrio pertama yang
menjadi sumber pengambilan sel. Selanjutnya sel-sel embrio itu dapat ditanamkan
dalam rahim perempuan asing (bukan isteri), atau dalam rahim isteri kedua dari
suami bagi isteri pertama pemilik sel telur yang telah dibuahi tadi. Yang
selanjutnya akan menghasilkan lebih dari satu sel embrio yang sama dengan embrio
yang sudah ada. Lalu akan terlahir anak kembar yang terjadi melalui proses
Kloning embrio ini dengan kode genetik yang sama dengan embrio pertama yang
menjadi sumber Kloning.
4. Kloning
pada manusia
Kloning pada manusia terdapat dua
cara. Petama, Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan
perempuan dalam prosesnya. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari
tubuh laki-laki, lalu inti selnya diambil dan kemudian digabungkan dengan sel
telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini –setelah
bergabung dengan inti sel tubuh laki-laki– lalu ditransfer ke dalam rahim
seorang perempuan agar dapat memeperbanyak diri, berkembang, berubah menjadi
janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi. Bayi ini merupakan keturunan dengan
kode genetik yang sama dengan laki-laki yang menjadi sumber pengambilan sel
tubuh.
Kedua, Kloning manusia dapat pula
berlangsung di antara perempuan saja tanpa memerlukan kehadiran laki-laki.
Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perempuan,
kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang
telah dibuang inti selnya. Sel telur ini –setelah bergabung dengan inti sel
tubuh perempuan– lalu ditransfer ke dalam rahim perempuan agar memperbanyak
diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi.
Bayi yang dilahirkan merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan
perempuan yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh. Hal tersebut mirip dengan
apa yang telah berhasil dilakukan pada hewan domba.
Adapun pewarisan sifat yang terjadi
dalam proses Kloning, sifat-sifat yang diturunkan hanya berasal dari orang yang
menjadi sumber pengambilan sel tubuh, baik laki-laki maupun perempuan. Dan anak
yang dihasilkan akan memiliki ciri yang sama dengan induknya dalam hal
penampilan fisiknya –seperti tinggi dan lebar badan serta warna kulit– dan juga
dalam hal potensi-potensi akal dan kejiwaan yang bersifat asli. Dengan kata
lain, anak tersebut akan mewarisi seluruh ciri-ciri yang bersifat asli dari
induknya. Sedangkan ciri-ciri yang diperoleh melalui hasil usaha, tidaklah
dapat diwariskan. Jika misalnya sel diambil dari seorang ulama yang faqih, atau
mujtahid besar, atau dokter yang ahli, maka tidak berarti si anak akan mewarisi
ciri-ciri tersebut, sebab ciri-ciri ini merupakan hasil usaha, bukan sifat
asli.
2.2.3. Manfaat dan Kerugian Kloning
Adapun manfaat dari Kloning
diantaranya adalah:
1. Kloning pada tanaman dan hewan
adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, meningkatkan
produktivitasnya.
2. Mencari obat alami bagi banyak
penyakit manusia-terutama penyakit-penyakit kronis-guna menggantikan
obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan
manusia.[8]
3. Untuk memperoleh hormone
pertumbuhan, insulin, interferon, vaksin, terapi gen dan diagnosis penyakit
genetic.[9]
Selain terdapai bnayak manfaat
Kloning juga menimbulkan kerugian, antara lain:
1. Kloning pada manusia akan
menghilangkan nasab.
2. Kloning pada perempuan saja tidak
akan mempunyai ayah.
3. Menyulitkan pelaksanaan hokum-hukum
syara’. Seperti, hokum pernikahan, nasab, nafkah, waris, hubungan kemahraman,
hubungan ‘ashabah, dan lain-lain.[10]
2.2.4. Hukum Kloning
Menurut syara’ hokum Kloning pada
tumbuhan dan hewan tidak apa-apa untuk dilakukan dan termasuk aktivitas yang
mubah hukumnya. Dari hal itu memanfaatkan tanaman dan hewan dalam proses
Kloning guna mencari obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit manusia
–terutama yang kronis– adalah kegiatan yang dibolehkan Islam, bahkan hukumnya
sunnah (mandub), sebab berobat hukumnya sunnah. Begitu pula memproduksi
berbagai obat-obatan untuk kepentingan pengobatan hukumnya juga sunnah. Imam
Ahmad telah meriwayatkan hadits dari Anas RA yang telah berkata, bahwa
Rasulullah SAW berkata:“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali
menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian !”
Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah
meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik RA, yang berkata:”Aku pernah bersama
Nabi, lalu datanglah orang-orang Arab Badui. Mereka berkata,’Wahai Rasulullah,
bolehkah kami berobat ?”
Maka
Nabi SAW menjawab :“Ya. Hai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, sebab
sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah menciptakan penyakit kecuali
menciptakan pula obat baginya…”
Oleh karena itu, dibolehkan
memanfaatkan proses Kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi
produktivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba,
onta, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses Kloning
untuk mempertinggi produktivitas hewan-hewan tersebut dan
mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia,
terutama penyakit-penyakit yang kronis. Demikianlah hukum syara’ untuk Kloning
manusia, tanaman dan hewan.[11]
Kloning
pada manusia haram menurut hukum Islam dan tidak boleh dilakukan. Dalil-dalil
keharamannya adalah sebagai berikut :
- Anak-anak produk proses Kloning
tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara
alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan
dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan
keturunan. Allah SWT berfirman :“dan Bahwasanya Dialah yang menciptakan
berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila
dipancarkan.” (QS. An Najm : 45-46) Allah SWT berfirman :“Bukankah
dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani
itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan
menyempurnakannya.” (QS. Al Qiyaamah : 37-38)
- Anak-anak produk Kloning dari perempuan
saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk
Kloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur-yang
telah digabungkan dengan inti sel tubuh-ke dalam rahim perempuan yang
bukan pemilik sel telur, tidak pula akan mempunyai ibu. Sebab rahim
perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi
penampung, tidak lebih. Ini merupakan tindakan menyia-nyiakan manusia,
sebab dalam kondisi ini tidak terdapat ibu dan ayah. Hal ini bertentangan
dengan firman Allah SWT :“Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan
kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.” (QS. Al Hujuraat :
13)
- Kloning
manusia akan menghilang nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah
mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas RA, yang
mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :“Siapa saja yang menghubungkan
nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan
(loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari
Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)
Berdasarkan dalil-dalil itulah
proses Kloning manusia diharamkan menurut hukum Islam dan tidak boleh
dilaksanakan.[12]
2.2.5. Hukum Kloning menurut MUI
Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama
Indonesia yang diselenggarakan pada tangga123-27 Rabi’ul Akhir 1421 H. / 25-29
Juli 2000 M. dan membahas tentang Kloning, setelah
Menimbang,
- bahwa salah satu hasil kemajuan
yang dicapai oleh iptek adalah Kloning, yaitu “suatu proses penggandaan
makhluk hidup dengan cara nucleus transfer dari sel janin yang sudah
beerdiferensiasi dari sel dewasa”, atau “penggandaan makhluk hidup menjadi
lebih banyak, baik dengan memindahkan inti sel tubuh ke dalam indung telur
pada tahap sebelum terjadi pemisahan sel-sel bagian-bagian tubuh”
- bahwa masyarakat senantiasa
mengharapkan penjelasan hukum Islam tentang Kloning, baik Kloning terhadap
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan terutama Kloning terhadap manusia;
- bahwa oleh karena itu, MUI
dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hukum Kloning untuk
dijadikan pedoman.
Memperhatikan:
- Kloning tidak sama dengan, dan
sedikit pun tidak berarti, penciptaan, melainkan hanya sekedar
penggandaan.
- Secara umum, Kloning terhadap
tumbuh-tumbuhan dan hewan akan membawa kemanfaatan dan kemaslahatan kepada
umat manusia.
- Kloning terhadap manusia dapat
membawa manfaat, antara lain : rekayasa genetik lebih efisien dan manusia
tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika
memerlukan) yang biasa diperoleh melalui donor, dengan Kloning ia tidak
akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah, dan sebagainya,
karena ia bisa mendapatkannya dari manusia hasil teknologi Kloning.
- Kloning terhadap manusia juga
dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif yang tidak sedikit; antara lain
:
- menghilangkan
nasab anak hasil Kloning yang berakibat hilangnya banyak hak anak dan
terabaikan-nya sejumlah hukum yang timbul dari nasab;
- institusi
perkawinan yang telah disyari’atkan sebagai media berketurunan secara sah
menjadi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat dilakukan
tanpa melakukan hubungan seksual;
- lembaga
keluarga (yang dibangun melalui perkawinan) akan menjadi hancur, dan pada
gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral (akhlak), budaya, hukum,
dan syari’ah Islam lainnya;
- tidak
akan ada lagi rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara
laki-laki dan perempuan;
- hilangnya
maqashid syari’ah dari perkawinan, balk maqashid awwaliyah (utama) maupun
maqashid tabi’ah (sekunder).
- Pendapat
dan saran peserta sidang.
Mengingat
- Firman Allah S WT : “Dan Dia menundukkan
untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya
(sebagai rahmat) dariNva. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir” (QS.
al-Jatsiyah [45].- 13).
- Firman Allah SWT : “Dan Kami
telah memuliakan anak-anakAdam, Kami angkut mereka di daratan dan di
lautan, Kami beri mereka rezki dari Yang baik-baik, dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas rraakhluk vang telah Kami
ciptakan ” (QS. al-Isra’[I7]: 70).
8. Firman Allah SWT : “..f apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nva sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka. Katakanlah, ‘Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa (QS. al-Ra’d [13]: 16) - firman Allah SWT : “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakar manusia dari saripati (berasal) dari
tanah. Kemudiar Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan ; dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air man: itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpa. darah itu Kami jadikan segumpal daging, dar. segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulan, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan dagiri 27 Kemudian Kami jadikan dia makhluk (berbentuk) lain.
Maha sucilah Allah, Pencipta Paling baik” (QS. al-Mu’minun (23]: 12-14).
- Kaidah Fiqhiyah :
“Menghindarkan kerusakan (hal-hal yang negatif)diutamakan dari pada
mendatangkan kemaslahatan”
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Menetapkan
1.
Fatwa musyawarah nasional n-i
majelis ulama indonesia tentang Kloning.
2.
Kloning terhadap manusia dengan
cara bagaimanapuyang berakibat pada pelipatgandaan manusia hukumnya adalah haram.
3.
Kloning terhadap
tumbuh-tumbuhan dan hewan hukumnya boleh (mubah) sepanjang dilakukan demi
kemaslahatan dan/atau untuk menghindarkakemudaratan (hal-hal negatif).
4.
Mewajibkan kepada semua pihak
terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkan eksperimen ata-_ praktek Kloning
terhadap manusia.
5.
Mewajibkan kepada semua pihak,
terutama para ulama, untuk senantiasa mengikuti perkembangan teknologi Kloning,
meneliti peristilahan dan permasalahatannya, serta menyelenggarakan kajiarkaj
ian ilmiah untuk menj elaskan hukumnya.
6.
Mewajibkan kepada semua pihak,
terutama ulama dan umara, untuk mendorong pembentukan (pendirian) dan mendukung
institusi-institusi ilmiah yang menyelenggarakan penelitian di bidang biologi
dan teknik rekayasa genetika pada selain bidang Kloning manusia yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syari’ah.
7.
Mewajibkan kepada semua pihak,
terutama ulama dan umara, untuk segera merumuskan kriteria dan kode etik
penelitian dan eksperimen bidang biologi untuk dijadikan pedoman bagi
pihak-pihak yang memerlukannya
8.
Keputusan fatwa ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap muslim yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini[13]
BAB III
KESIMPULAN
Bayi Tabung dibolehkan (mubah)
apabila sperma yang disatukan adalah sperma milik suami dan isteri dengan
pernikahan yang syah. Apabila tidak maka hukumnya sama dengan anak hasil zinah.
Kloning adalah teknik membuat
keturunan dengan kode genetic yang sama dengan sel induknya tanpa diawali
proses pembuahan sel telur atau sperma tapi diambil dari inti sebuah sel pada
makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia.
Adapun mengenai hukum Kloning dari
kajian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum Kloning dibagi menjadi dua, yang
pertama yaitu Kloning yang di perbolehkan, dan Kloning yang tidak
diperbolehkan.
Sedangkan Mengenai Kloning yang
diperbolehkan adalah Kloning yang meninmbulkan kemaslahatan bagi manusia antara
lain yaitu Kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbaiki kualitas
tanaman dan hewan, meningkatkan produktivitasnya, mencari obat alami bagi
banyak penyakit manusia-terutama penyakit-penyakit kronis.
Sedangkan Kloning yang tidak
diperbolehkan adalah Kloning terhadap manusia yang dapat menimbulkan mafsadat
(dampak negatif yang tidak sedikit; antara lain : menghilangkan nasab,
menyulitkan pelaksanaan hokum-hukum syara’.
DAFTAR PUSTAKA
Lutfi
Asy-Syaukani, Poltik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih Kontemporer (Pustaka
Hidayah: Bandung.1998)
http://keperawatanreligionirinegemasari.wordpress.com/
http://www.pelajaransekolah.com/bayi-tabung-dalam-sudut-pandang-islam-11211806.html
Halid
Alkaf, Kloning dan Bayi Tabung Masalah dan Implikasinya (PB UIN:
Jakarta. 2003)
Dr.
Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam (LTN NU dan
Diantama: Surabaya. 2004)
Farid
Ma’ruf, Hukum Kloning (http:// konsultasi. WordPress.com. 2007)
Abdul
Qadim Zallum terjemah Sigit Purnawan Jati, S.Si.,Hukmu Asy Syar’i fi Al
Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath
Thibbiyah, Al Hayah wal Maut ( Darul Ummah: Beirut, Libanon, Cetakan. 1997)
Musyawarah
Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tangga123-27
Rabi’ul Akhir 1421 H. / 25-29 Juli 2000