BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional haruslah dikelola
dengan tepat agar sebagai subsistem sebagai pembangunan nasional, tujuan
sisdiknas seperti yang diminta dalam pasal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
dapat tercapai secara efisien dan efektif. Khususnya pada Pendidikan
Dasar perlu mendapat perhatian khusus. Kurikulum yang ada sekarang bukan saja
terlalu “overload”. Sebagai konsekuensi logis dari kurikulum yang
sentralistik, juga karena proses penyusunan sampai pada pelaksanaan dan
evaluasi kurikulum masih steril dari jamahan masyarakat.
Dalam rangka penyermpurnaan sistem pendidikan nasional
sebagaimana diamanatkan oleh pasal 31 UUD 1945 pelaksanaan produk hukum
tersebut masih harus diuji dilapangan dan sebagaimana biasanya dalam
pelaksanaannya dihadapi kerikil-kerikil sebagai hambatan yang disebabkan oleh
berbagai hal. Terlepas dari msalah yuridis, terdapat dua pola pemikiran atau
asumsi yang mendiminasi kontroversi ini. Asumsi satu : mutu pendidikan akan dapat
ditingkatkan apabila ditangani secara efisien artinya, berbagai sumber
yang mempengaruhi terjadinya proses pendidikan perlu ditangani secara
jelas, terkendali, dan terarah. Kurikulum diarahkan dan diperinci, guru
diarahkan dan ditugaskan, sarana dan dana pendidikan diprogramkan secara
efisien asumsi ini dapat disebut asumsi pedagogik. Asumsi dua : pendidikan yang
merupakan kebutuhan dasara dari setiap warga negara merupakan kewajiban
pemerintah, dalam hal ini unit pemerintah yang paling depan, untuk melaksanakannya
pendidikan menjadi salah satu masalah pembagian wewenang kekuasaan, antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
B.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui tentang konsep dasar
perencanaan kurikulum dan model-model pengembangan kurikulum.
2. Untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa khususnya dalam merencanakan kurikulumdi SMP
C.
Manfaat
Melalui penulisan makalah ini diharapkan kita bisa lebih
memahami bagaimana kegiatan penyusunan dan pengelolaan kurikulum apakah sudah
sesuai dengan kenyataan, dan juga model-model pengembangan kurikulum. Sehingga
kita bisa mengurangi kesalahan-kesalahan yang akan terjadi. Selain itu penulis
juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya mahasiswa
Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Melalui makalah ini diharapkan
pembaca dapat lebih memperkaya ilmu tentang perencanaan dan pengembangan
kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Meninjau definisi kurikulum
Di Indonesia, istilah kurikulum menjadi populer sejak tahun
1950-an yang diperkenalkan oleh sejumlah kalangan pendidikan lulusan Amerika
Serikat. Sebelumnya, kita lebih akrab dengan istilah rencana pembelajaran.
Hakikatnya kurikulum sama dengan rencana pembelajaran yang membedakan hanyalah
cara pandangnya. Hilda Taba dalam buku Curriculum Development, Theory, and
Practice mendefinisikan kurikulum sebagai plan of learning, yakni
sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak. Ada pula sejumlah pendapat
pakar yang berbeda mengenai kurikulum
Harold B. Albertys dalam buku Reorganizing the High
School Curriculum mencermati kurikulum sebagai segala kegiatan yang
difasilitsi oleh sekolah demi kepentingan siswa. B. Othanel Smith, W. O.
Stanley dan J. Harlan Shore memandang kurikulum sebagai rangkaian kegiatan
potensial yang dapat diberikan kepada anak supaya mereka dapat berpikir dan
berbuat sesuatu dengan masyarakatnya.
Ragan menggunakan kurikulum dalam arti yang luas mencakup
semua program dan kehidupan dalam sekolah. Kurikulum tidak hanya mencakup bahan
pelajaran, namun seluruh kehidupan dalam kelas, hubungan sosial antar guru dan
murid, metode mengajar, dan cara mengevaluasi juga termasuk didalamnya.
J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary
School Improvement berpendapat bahwa kurikulum mencakup metode mengajar dan
belajar, car mengevaluasi murid dan semua program, perubahan tenaga mengajar,
bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi, dan hal-hal structural
mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
Sedangkan Ronald C. Doll menjelaskan bahwa kurikulum
merupakan keseluruhan pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak peserta didik
dibawah arahan dan bimbingan sekolah. Dede Rosyada kemudian memberikan uraian
singkat bahwa pengalaman yang diperoleh siswa dari program-program yang
ditawarkan sekolah amat variatif, tidak sebatas pembelajaran dalam kelas,
tetapi juga lapangan tempat mereka bermain di sekolah, kantin, bahkan bus
sekolah. Semua itu memberikan kontribusi pengembangan pengalaman yang
mempengaruhi perubahan-perubahan pada diri mereka. Ini menjadi fakta bahwa
pelaksanaan kurikulum pendidikan yang berupaya semaksimal dan seoptimal mungkin
guna melahirkan praktisi pendidikan memberikan paradigm yang mendidik.
Atas dasar tersebut, Sukmadinata dalam Dede Rosyada memiliki
beberapa prinsip yang dapat dipegang guna memahami pemaknaan kurikulum
sejatinya sehingga kurikulum betul-betul diletakkan sebagai pijakan dasar dalam
melaksanakan pendidikan secara praktis dan konkret sebagai berikut :
1.
Kurikulum
sebagai substansi, yakni rencana kegiatan belajar para siswa di sekolah,
mencakup rumusan-rumusan tujuan, bahan ajar, proses kegiatan pembelajaran,
jadwal, dan hasil evaluasi belajar. Kurikulum tersebut merupakan konsep yang
telah disusun oleh para ahli dan disepakati oleh para pengambil kebijakan
pendidikan serta oleh masyarakat sebagai bagian dari hasil pendidikan.
2.
Kurikulum
sebagai sebuah sistem, yakni merupakan rangkaian sebuah konsep tentang berbagai
kegiatan pembelajaran yang masing-masing unit kegiatan memiliki keterkaitan
secara koheren dengan lainnya. Kurikulum itu sendiri memiliki korelasi dengan
semua unsure dalam sistem pendidikan secara keseluruhan.
3.
Kurikulum
merupakan sebuah konsep yang dinamis, terbuka, dan membuka diri terhadap
berbagai gagasan perubahan serta penyesuaian dengan tuntutan pasar atau
tuntutan idealism pengembangan peradaban umat manusia.
Robert Gagne menegaskan bahwa kurikulum adalah bagian dari
isi dan bahan pembelajaran yang digambarkan dengan sedemikian rupa sehingga
pembelajaran setiap unit dan dituntaskan sebagai satuan utuh. Masing-masing
unit menggambarkan kompetensi siswa yang dikuasai.
Oleh sebab itu kurikulum harus mencakup segala hal, baik
yang berhubungan langsung dengan kebutuhan anak didik di sekolah maupun tidak.
Hal ini membutuhkan cakupan holistic dan komprehensif. Mengabaikan hal lain
yang berada diluar kebutuhan langsung anak didik akan memutuskan jaringan anak
didik ketika berada di luar sekolah atau setelah lulus dari sekolah. Diakui
maupun tidak, baik secara mikro maupun makro. Kurikulum akan menuntut nasib
pendidikan anak didik, baik ketika masih berada dalam lingkungan pendidikan
sekolah maupun ketika sudah berada di luar sekolah. Dengan demikian, menyusun
dan membuat konkret anak didik, baik jangka pendek, menengah, dan panjang.
Kurikulum menjadi kunci sukses maupun gagalnya sebuah
pendidikan yang akan digelar oleh guru dan sekolah. Kurikulum memberikan
pengaruh besar terhadap dinamika pendidikan dan perkembangan kedewasaan anak
didik kedepannya. Ketelitian dalam penyusunan kurikulum harus diupayakan
perwujudan nyatanya supaya menghasilkan output pendidikan yang
berkualitas. Kurikulum senyatanya harus dibuat oleh kelompok dalam disiplin
terkait.
Pendidikan akan mampu melahirkan anak-anak bangsa yang
cerdas dan terampil ketika kurikulum yang dibangun dan dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Muatan-muatan yang terkandung dalam kurikulum
sebangun dengan kecakapan dasar anak didik sehingga mereka mudah mengikuti praktis
pendidikan yang dijalankan. Jika tidak, kurikulum justru akan semakin
menyulitkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan potensi. Mereka akan
terbebani dengan persoalan yang kian membelenggu sehingga pendidikan
menjauhkannya dari realitas lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu, kurikulum
yang tepat dan mampu dinikmati dengan sedemikian enak oleh anak-anak didik
ketika muatan di dalamnya memberikan kesenangan dan tidak membawa stress.
Idealnya, kurikulum menjadi pemandu yang bisa memberikan
arahan-arahan fleksibel dan lentur. Memberikan nuansa kemerdekaan hidup bagi
anak didik untuk melakukan aktualisasi diri sedemikian rupa. Secara
revolusioner dan radikal, Y. B Mangunwijaya menegaskan bahwa perubahan sistem
pendidikan, sebut saja kurikulum pendidikan, harus dimulai dengan memperhatikan
tingkat sekolah dasar. Itulah tulang punggung bagi pendidikan selanjutnya.
Merupakan ekosistem dan basis strategis bagi evolusi humanisasi bangsa.
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
diharapkan mampu membekali peserta didik dengan aneka pengetahuan,
keterampilan, dan sikap-sikap dasar yang memungkinkan peserta didik tumbuh
menjad imanusia yang utuh, warga Negara yang berakhlak mulia, terampil,
bertanggung jawab, dan memiliki keterlibatan sosial, baik dengan pendidikan
formal lanjutan maupun tanpanya. Oleh sebab itu kurikulum tingkat dasar harus
memberikan penguatan yang matang terhadap peserta didik.
B.
Membedah Peran Penting Kurikulum
Prof. Dr. Soedijarto, M. A. mengatakan bahwa sekolah
merupakan lembaga sosial yang keberadaannya merupakan bagian dari sistem sosial
negara bangsa. Ia bertujuan untuk mencetak manusia susila yang cakap,
demokratis, bertanggung jawab, beriman, bertaqwa, sehat jasmani dan rohani,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kepribadian yang mantap dan mandiri, dan
lain sebagainya. Soedijarto lebih jauh mengatakan bahwa pencapaian itu akan
bisa diraih ketika ada suatu proses yang terencana dengan efisien, efektif, dan
relevan. Agar tujuan tersebut tercapai maka dibutuhkan kurikulum yang kuat,
baik secara infrastruktur maupun superstruktur.
Apa kurikulum yang dimaksud tersebut ?
Kurikulum hanya akan efisien dan efektif menjalankan fungsi
pendidikan bila dilaksanakan oleh guru yang memiliki kemampuan professional.
Bila muncul pertanyaan selanjutnya, apakan peran penting yang dipegang oleh
kurikulum sehingga strategis dalam pembangunan pendidikan yang berkualitas ?
Jawabannya, kurikulum secara hakiki adalah jalan yang harus ditempuh peserta
didik guna mencapai tujuan program pendidikan. Tanpa adanya kurikulum yang
jelas maka tuuan pendidikan yang akan dicapai akan menjadi buyar. Bila tidak
disebut demikian maka tujuan pendidikan yang dihasilkan pun tidak akan sesuai
dengan target yang diraih. Oleh sebab itu, kurikulum merupakan penunjuk arah
kemana pendidikan akan dituntun dan diarahkan atau akan menghasilkan output
pendidikan seperti apa. Oleh karenanya, hal mendasar yang kemudian harus
menjadi perhatian dan pertimbangan penting dalam kurikulum adalah identifikasi
tujuan pendidikan yang harus dicapai para peserta didik.
Ini penting untuk membuat gambaran umum dan khusus ke mana
materi pendidikan akan diajarkan kepada peserta didik, termasuk metode ajar,
monitoring dan evaluasi akhir. Dalam proses identifikasi, secara umum akan
menggambarkan kompetensi, pengetahuan, dan sikap yang dikuasai oleh lulusan
pendidikan dalam wilayah studi kurikulum yang kemudian disebut tahap pertama
perencanaan kurikulum. Setelah disebutkandan diuraikan sejumlah tujuan
pendidikan yang akan dicapai oleh peserta didik, selanjutnya dirancang struktur
program pendidikan yang memuat jenis-jenis mata pelajaran, latihan, dan bobot
mata pelajaran dalam alokasi jam pelajaran. Setelah kurikulum satuan pendidikan
tuntas dirancang dan diselesaikan maka akan memasuki tahap mengembangkan
kurikulum yang mencakup penyusunan garis besar program belajar mengajar
(pengembangan kurikulum suatu materi pelajaran) dan pengembangan program
pembelajaran.
Setelah kurikulum satuan pendidikan ditetapkan maka akan
diketahui kedudukan setiap mata pelajaran. Hal penting yang harus dipahami
adalah setiap mata pelajaran harus harus dipegang oleh seseorang yang memiliki
disiplin terkait supaya kemudian melahirkan satu kinerja professional. Ketika
hal demikian berada dalam proses identifikasi mata pelajaran maka ada beberapa
pertanyaan dasar yang juga harus diperhatikan.
Pertama,
mengapa dan untuk apa – dilihat dari pencapaian tujuan pendidikan pendidikan –
mata pelajaran harus dipelajari peserta didik ? Kedua, apa yang harus
dicapai dengan mempelajari bidang studi dari mata pelajaran tertentu ? Jawaban
atas pertanyaan kedua ini akan mengerucut pada rumusan tujuan yang disebut
dengan tujuan kurikulum.
Beberapa hal yang penting dijalankan untuk melahirkan
kurikulum yang bermutu adalah :
1.
Menyusun
pokok-pokok bahasan bidang studi yang secara potensial dapat dijadikan objek
belajar yang relevan untuk mencapai tujuan.
2.
Memilih
pokok bahasan bidang studi yang paling relevan sebagai objek belajar guna
mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan.
3.
Menyusun
deskripsi setiap pokok bahasan yang telah dipilih sehingga jelas.
4.
Mengurutkan
pokok-pokok bahasan secara logis dan psikologis agar dapat
dipertanggungjawabkan.
Supaya kurikulum yang dibangun tersebut kemudian bisa
menjadi serangkaian pengalaman pembelajaran yang relevan dengan kehidupan
peserta didik, masih perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai program
pembelajaran ini. Aktivitas ini kemudian diserahkan kepada penanggung jawab
studi atau pengampu mata pelajaran supaya dilakukan penyesuaian bahan aja yang
dibutuhkan oleh peserta didik. Pengampu mata pelajaran terkait harus menguasai
bidang studi yang dibebankan padanya, memahami karakteristik peserta didik yang
akan dihadapinya, memiliki berbagai model pembelajaran sehingga bisa
mendialogkan mata pelajaran tersebut secara lebih lentur, menguasai teknologi
pendidikan sebagai pelengkap proses pembelajaran supaya lebih efektif bagi
penunjang proses belajar mengajar dan mampu melakukan evaluasi dengan objektif.
Pertanyaannya sekarang, mampukah kita melahirkan kurikulum yang sedemikian rupa
?
Hal tersebut menjadi tanggung jawab para pendidik dan
sekolah apaila kurikulum diandaikan sebagai bagian terpenting dalam proses
pendidikan. Secara tegas, kurikulum dalam kondisi apa pun, baik di dalam
sekolah kota maupun desa, mendukung keberhasilan proses pendidikan. Kurikulum
menentukan arah dan kemajuan output pendidikan dan memberikan kualitas
pendidikan yang diinginkan. Tanpa kurikulum atau perencanaan pembelajaran yang
dilakukan secara sistematis, mustahil pendidikan melahirkan hasil luar biasa.
Menurut Dr. E. Mulyasa, M. Pd., kurikulum merupakan kumpulan
perangkat perencanaan dan pengaturan tentang tujuan, kompetensi dasar, materi
dasar, hasil belajar, serta penerapan pedoman pelaksanaan aktivitas belajar
guna meraih kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Mencermati apa yang
dimaksud Mulyasa tersebut, kurikulum sangay menentukan awal, proses, dan akhir
pembelajaran. Kurikulum menjadi pengawal dinamka pendidikan yang ditunjukan
untuk mencerdaskan anak-anak didik. Lebih jauh lagi, Mulyasa mengatakan agar
kurikulum menekankan pada proses pendidikan yang berupaya untuk membangkitkan
keinginan, komitmen, kesadaran, dan kemauan anak didik supaya gemar dan rajin
membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi. Dengan demikian, ini membuka
ruang kecerdasan anak duduk yang tidak hanya berpatokan pada kemampuan
kognitif, namun juga mengarah pada pembangunan soial-minded.
Prof. Dr. Soedijarto, M. A. mengatakan bahwa kurikulum
memegang peran penting bagi pembangunan dan pembentukan sebuah karakter bangsa.
Bila dijelaskan lebih detail, kurikulum itu menanamkan nilai-nilai nasionalisme
terhadap anak-anak bangsa sehingga mencintai bangsanya sebagaimana mencintai
diri sendiri dan keluarganya. Kurikulum yang memuat nilai seperti itu mampu menjadikan
bangsa ini kokoh dan utuh. Dengan demikian, anak-anak didik akan memilik impian
besar supaya bangsanya tetap menjadi bangsa maju dan tidak bergantung pada
bangsa-bangsa lain.
Bahkan, kurikulum sebagaimana yang dijelaskan Soedijarto
mengandung nilai religus berupaya bisa mendidik anak-anak bangsa supaya
mengenal Tuhan dan memiliki kekuatan agama. Selain itu, kurikulum juga harus
mampu menyuntikan kesadaran humanis sehingga mereka menjadi anak-anak yang
bertanggung jawab terhadap setiap amanah yang diamanatkan padanya. Diakui mampu
tidak pula, kurikulum memiliki sumbangsih besar bagi perubahan pendidikan.
Sebab, ini akan melahirkan perubahan konsep kurikulum yang secara terus
menerus.
Dengan kata lain, proses pembelajaran dalam kelas selalu
berpatokan pada kebutuhan dan kepentingan anak didik agar dipenuhi. Dalam
konteks demikian, tuntutan kurikulum melahirkan konsep pendidikan yang maju dan
progresif. Suka maupun tidak, hal demikian harus dijalankan secara serius dan
konkret apabila menginginkan dinamika dalam pendidikan. Dengan demikian, peran
penting kurikulum secara lebih tegas dioptimalkan. Pertanyaannya, perubahan
seperti apa yang harus dimiliki kurikulum supaya semakin strategis dalam
mencapai hasil pendidikan yang berkualitas ? Secara jelas, harus dilakukan
evaluasi secara terus menerus dari proses pendidikan yang telah dilakukan dan
dicapai mulai dari metode mengajar yang diterapkan, bahan materi yang
digunakan, dan prinsip penilaian penilaian akhir prestasi anak didik.
Ini sesungguhnya menjadi hal mendasar yang harus dikerjakan
supaya perubahan kurikulum menyentuh persoalan dan kebutuhan di lapangan.
Jangan sampai menimbulkan persoalan yang menyebabkan matinya proses pendidikan.
Siapa pun setuju bahwa perkembangan kurikulum sebagai bagian dari reposisi
menjadi pertaruhan keberhasilan pendidikan. Pola pengembangan kurikulum harus
memberikan arah-arah kemajuan dan perbaikan. Sudah menjadi tanggung jawab untuk
dikerjakan ketika hal demikian sudah dirancang secara matang. Menjadi hal utama
ketika pengembangan kurikulumm lebih menunjukkan prestasi pendidikan yang
membanggakan. Menjadi harapan ideal ketika perkembangan kurikulum mampu
mengakomodasi segala kebutuhan pendidikan, baik jangka pendek, menengah, dan
panjang. Itulah tujuan utama dari pengembangan kurikulum.
Kurikulum harus menampung segala potensi dan bakat anak
didik yang bisa diaktualisasikan secara konkret dan praktis. Perkembangan
kurikulum bisa membuka peluang-peluang baru bagi proses pendidikan yang lebih
hebat dan dinamis. Dalam konteks demikian, pengembangan kurikulum tidak semata
berdasarkan kebutuhan realitas yang dapat ditangkap lewat panca indera, namun
juga hati, pikiran, dan insting masa depan. Oemar Hamalik memberi penjelasan
lebih terinci mengenai pengembangan kurikulum, yaitu :
1.
Berorientasi
tujuan. Pengembangan kurikulum diniatkan supaya berpegang pada tujuan
pendidikan nasional. Merupakan gabungan dari tujuan satuan dan jenjang
pendidikan. Hal tersebut mengandung aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
nilai guna untuk membangkitkan tingkah laku anak didik yang terkandung dalam
tujuan pendidikan nasional.
2.
Relevan.
Pengembangan kurikulum semestinya mencakup tujuan, isi, dan sistem penyampaian
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan siswa sehingga sangat mempengaruhi
pendidikan yang menyentuh realitas.
3.
Efisien
dan efektif. Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan aspek efisien dalam
menggunakan dana, waktu, tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia agar bisa
melahirkan hasil yang memuaskan. Dengan kata lain, dana yang tersedia harus
digunakan untuk kebaikan dan keberhasilan pendidikan. Hal tersebut sama halnya
dengan waktu, tenaga dan lain seterusnya.
4.
Fleksibilitas.
Ini terkait dengan kebutuhan dalam sebuah lokal tertentu. Apabila anak-anak
didiknya berada dalam alam agraris maka kurikulum yang digunakan harus memuat
pendidikan yang bernuansa agraris dengan memasukkan perkembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk pengembangan lahan
pertanian.
5.
Kontinuitas.
Kurikulum harus dibangun secara berkesinambungan. Seluruh bagian dalam
kurikulum disusun secara sistematis sesuai dengan jenjang dan tingkat
pendidikan anak didik. Sengan demikian, keterkaitan aspek tersebut akan
membantu pendidik dan siswa dalam proses pembelajaran.
6.
Kesinambungan.
Agar kurikulum dapat berjalan dengan sedemikian berhasil maka perlu
memperhatikan berbagai program dan sub program antara mata ajar dan aspek
perilaku yang ingin dikembangkan. Hal itu akan membentuk jalinan yang lengkap
sehingga memberikan sumbangsih besar bagi perkembangan pribadi anak didik.
7.
Terpadu.
Kurikulum harus dirancang dan dilaksanakan secara terpadu, mulai dari topik
atau masalh serta konsistensi antara unsur-unsurnya. Ini melibatkan semua
pihak, baik dilingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah yang
bersifat lintas sektoral. Dengan demikian, ini membentuk pribadi anak didik
yang tangguh dan kuat. Ini juga harus dilaksanakan antara anak didik dan
pendidik sebagai pelaksana utama dalam pembelajaran.
8.
Mutu.
Supaya kurikulum memilii bobo yang kian baik maka kualitas pendidik, kegiatan
belajar mengajar seperti metode mengajar, peralatan dan beberapa aspek penting
lainnya yang menunjang digelar. Ini diharapkan mampu melahirkan bentuk nyata
pengembangan kurikulum yang akan mendorong perwujudan tujuan pendidikan
nasional. Akhirnya, pengembangan kurikulum menampakkan hasil konkret yang bisa
dinikmati seluruh konsumen pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas,
bahkan perguruan tinggi.
Kurikulum harus memberikan perspektif baru dalam proses pendidikan.
Ini akan menjadi kunci utama dalam keberhasilan pendidikan. Konsep teori dan
teknis yang harus dibangun mendasarkan pada kebutuhan dan kepentingan di
tingkat lapangan. Kurikulu yang baik adalah yang mampu menangani dialog dengan
persoalan-persoalan nyata di tengah masyarkat. Kurikulum membangun kesadaran
supaya peserta didik nantinya bisa lebih akrab dengan hal-hal disekelilinganya.
Namun, jangan sampai memberikan materi belajar yang jauh dari lingkungan
kehidupan. Tidak menceoki peserta didik dengan sekian materi ajar yang susah
diterjemahkan dalam ranah sosial. termasuk pula tidak menggiring peserta didik
untuk melupakan realitas sosial dimana mereka berada dan melakukan aktivitas
sosial.
Ini merupakan hal penting yang harus dicermati. Kurikulum hadir
untu menggambarkan bagaimana masyarakat bisa dijelaskan secara ilmiah dan
terperinci sehingga peserta didik dapat mengenal lingkungan secara baik. Oleh
sebab itu, penerapan kurikulum bisa dicapai dengan sempurna jika diperkuat oleh
basis-basis lain sebagai proses pendidikan yang berkualitas. Rumus
sederhananya, peserta didik berhasiil mencapai tujuan pendidikan masing-masing
ketika perangkat-perangkat yang disiapkan untuk mencapai tujuan pendidikan
dimatangkan secara seruis dan terpadu.
Dengan kata lain, tujuan pendidikan harus bisa disebangunkan
dengan segal perangkat yang ada agar pendidikan yang berkualitas bisa direngkuh
dengan baik. Seluruh hal penting yang terkait pencapaian pendidikan berkualitas
harus bisa diselenggarakan secara maksimall dan optimal. Bila bangsa ini
kemudian diharuskan memiliki peradaban besar dan tinggi maka pendidikan pun
harus bisa dilakoni secara berdaya guna.
D.
Model-Model Pengembangan Kurikulum
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan
kurikulum. Pemilihan suatu model kurikulum bukan saja didasarkan atas
kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang
optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem
pengelolaan pendidikan yang dianut serta konsep pendidikan mana yang digunakan.
Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang
sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan
dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum
humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
Sekurang kurangnya dikenal delapan model pengembangan
kurikulum, yaitu : the administrative (line staf) model, the grass root
model, Beauchamp’s system, the demonstration model, Taba’s inverted model,
Roger’s interpersonal relations model, the systematic action research model and
emerging technical model.
1. The administrative model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama
dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administraf atau line staff
karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala
kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim
pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri
atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin
ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim komisi ini
adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan
strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal yang mendasar ini
terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang saksama, administrator pendidikan
menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau
komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari
perguruan tinggi, guru-guru bidang stud yang senior. Tim kerja pengembangan
kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional,
dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan
oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens
bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun
pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikululm
tersebut selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain
yang berwenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapat beberapa
penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas
menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-sekolah
untuk melaksanakan kurikululm tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas,
“top down” atau ”line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas,
tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksananya,
terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan penjelasan
atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan akan
adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikululm tersebut, selama bertahun-tahun
permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan
serta bimbingan dalam pelaksanannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga
dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponennya,
prosedur pelaksanaan maupun keberasilannya. Penilaian menyeluruh dapat
dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilaian
persekolahan dapat dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan.
Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan
di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.
2. The grass
roots model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama.
Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari
bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama,
digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat
sentralisasi, sedangkan model grass on the roots akan berkembang dalam
sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang
bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru
di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau
penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau
beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen
kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan
guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan
kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas
pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari
pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena
itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu
sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh
Smith, Stanley dan Shores ;
a) The curriculum will improve only as
the professional competence of teachers improves.
b) The competence of teachers will be
improved only as the teachers come involved personally in problems of
cirrriculum revision.
c) If teacher share in dhaping the
goals to be attained, in selecting, definine, and solingthe problem to be
encountered, and in judging and evaluating the results, their involvement will
be most nearly assured.
d) As people meet in face-to-face
groups, they will be able to understand one another better and reach a
consensus on basic principles, goals, and plans
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass root,
mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah lain, atau keseluruhan
bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikululm yang
bersifat desentralisasi dengan model grass root-nya, memungkinkan
terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada
gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
3. Beauchamp’s
system
Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh
Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam
pengembangan suatu kurikulum.
Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan
dicangkup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten,
propinsi ataupun seluruh negara. Penetapan arena ini ditentuan oleh wewenang
yang dimilik oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikululm, serta
oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang
kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi
arena pengembangan kurikulum hanya mencakup satu daerah kabupaten saja sebagai
pilot proyek.
Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut
serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori yang turut
berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu : (1) para ahli
pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli
bidang dari luar, (2) para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah
dan guru-guru terpilih, (3) pada profesional dalam sistem pendidikan, (4)
profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh
pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung
terhadap pengembangan kurikulum, dbanding dengan tokoh-tokoh lain seperti, para
penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha
serta indutriawan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan
tingkat dan luas wilayah arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak
terlalu banyak melibatkan guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan
atau sekolah keterlibatan guru-guru sangat besar. Mengenai keterlibatan
kelompo-kelompok personalia ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan : (1)
haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan
kurikulum ?, (2) Bila ya, apakah peranan mereka ?, (3) Apakkah mungkin
ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk menjelaskan peran tersebut ?
Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang arus ditempuh dalam merumuskan
tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar,
serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu ; (1)
membentuk tim pengembangan kurikulum, (2) mengadakan penilaian atau penelitian
terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan, (3) studi pengajaran tentang
kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (4) merumuskan kriteria-kriteria bagi
penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan
langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang
sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru,
siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari
pimpinan sekolah atau penulisan kurikulum.
Langkah yang kelima dan merupakan langkah terakhir adalah
evaluasi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal, yaitu evaluasi
tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, evaluasi desain kurikulum,
evaluasi hasil belajar siswa, evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum. Data
yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan
sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya.
4. The demosntration
model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots,
datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok
guru ekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum.
Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah,
suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena
sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan
kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
Menurut Smith, Stanlet, dan Shores ada dua variasi model
demonstrasi ini. Pertama, sekelompok guru dari sekolah atau beberapa sekolah
ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum.
Proyek ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu
atau beberapa segi/komponen kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini
diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan ini
biasanya diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi pendidikan yang berwenang
seperti, direktorat pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan, dan sebagainya.
Bentuk yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang
guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan
penelitian dan pengembangan sendiri. mereka menggunakan hal-hal lain yang
berbeda dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengaharapkan ditemukan
kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian
digunakan di daerah yang lebih luas.
Ada beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum model ini.
Pertama, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang
nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum
yang lebih praktis. Kedua, perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalam skala
kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh
administator, dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh.
Ketiga, pengembangan kurikulum dengan skala kecil dengan model ini dapat
menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus tetapi
pelaksanaannya tidak ada. Keempat, model ini sifatnya yang grass root
menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi
pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru. Kelemahan
model ini, adalah bagi guru-guru yang tidak ikut berpartisipasi mereka akan
menerimanya dengan enggan-enggan, dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi
apatisme.
5. Taba’s innverted
model
Menurut cara bersifat tradisional pengembangan kurikulum
dilakukan secara deduktif, dengan urutan :
a)
Penentuan
prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar
b)
Merumuskan
desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu
c)
Menyusun
unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh
d) Melaksanakan kurikulum di dalam
kelas
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab
tidak merancang timbulnya inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum
yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat
induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini.
Pertama, mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Didalam unit
eksperimen ini diadakan studi saksama tentang hubungan antara teori dengan
praktik. Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan pelaksanaan
eksperimen di dalam kelas menghasilkan data-data yang menguji landasan teori
yang digunakan. Ada delapan langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini ;
a) Mendiagnosis kebutuhan
b) Merumuskan tujuan-tujuan khusus
c) Memilih isi
d) Mengorganisasikan isi
e) Memilih pengalaman belajar
f) Mengevaluasi
g) Melihat sekuens dan keseimbangan
Langkah kedua, menguji unit eksperimen. Meskipun unit
eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masih
harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk mengetahuhi validitas dan
kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan.
Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari
langkah pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk
mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan
diadakan juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal
yang bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal itu
dilakukan, sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup valid dan praktis
pada sesuatu sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk
menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan
konsolidasi.
Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka
kurikulum. Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh
sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus
dikaji oleh para ahli kurikulum dan para profesional kurikululm lainnya.
Kegiatan itu dilakukan untuk mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau
landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk akal dan sesuai.
Landasan kelima, implementasi dan dideminasi, yaitu
menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas.
Di dalam langkah ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi
dihadapi, baik berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan
juga biaya.
6. Roger’s
interpersonal relation model
Meskipun Roger bukan seorang ahli pendidikan tetapi
konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu
juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum.
Memang ia banyak mengemukakan konsepnya tentang perkembangan dan perubahan
individu.
Menurut Roger manusia berada dalam proses perubahan (becoming,
developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambaan tertentu ia membutuhkan
orang lain untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru
serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan
anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Roger.
Pertama, pemilihan target dari sistem pendidikan. Di dalam penentuan target ini
satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat
pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu
minggu para pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam
suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan kelompok ini mereka akan
mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut
a)
He
is less protective of his own beliefs and can listen moro accuratelyy
b)
He
finds it easier and less threatening to accept innovative ideas
c)
He
has less need to protect bureaucratic rules
d) He cummunicates more clearly and realistically
to superior, peers, and sub-ordinates because he is more open and less
self-protective
e)
He
is more person oriented and demicratic
f)
He
openly confronts personal emotional frictions between him self and colleagues
g)
He
is more able to accept both positive and negatie feedback and use it
constructively
Langkah kedua dalam pengembangan kurikulum model Roger
adalah partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti
yang dilakukan para pejaba pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan
kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok tersebut sebaiknya bersifat suka
rela, lama kegiatan kalau bisa satu minggu lebih baik, tetapi dapat juga kurang
dari satu minggu. Efek yang akan ditermia guru sejalan dengan para
administrator, dengan beberapa tambahan.
a)
He
is more able to listen to students
b)
He
accepts innovative, troublesome ideas from stundets, rather than insisting on
conformity
c)
He
pays as much attention to his relationships with students as he does to course
content
d) He work out problem with students
rather than responding in a disciplinary and punitive manner
e)
He
develops an aqualitarian and democratic classroom climate
Langkah ketiga, pengembangan pengalaman kelompok yang
intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa
ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau
administrator atau fasilitator dari luar. Dari kegiatan ini para siswa akan
mendapatkan :
a)
He
feels freer to express both postve and negatie feelings in class
b)
He
works through these feelings toward a realistic solution
c)
He
has more energy for learning because he has less fear of constant evaluation
and punishment
d) He discovers that he is responsible
for his own learning
e)
He
awe and fear of authority diminish as he finds teachers and administrators to
be fallible human beings
f)
He
finds that the learning process enables him to deal with his life
Langkah keempat, partisipasi orang tua dalam kegiatan
kelompok. kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama
kegiatan kelompok ini dapat tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam
secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam
hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan denga guru. Roger juga
menyarankan, kalau mungkin ada pengalaman kegiatan sekelompok yang bersifat
campuran. Kegiatan merupakan kulminasi dari semua kegiatan kelompok diatas.
Model pengembangan kurikulum dari Roger ini berbeda dengan
model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis,
yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. itulah ciri khas Carl Rogers
sebagai seorang Eksistensialis Humanis, ia tidak mementingkan formalitas,
rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Roger yang penting adalah
aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini
individu akan berubah. Metode pendidikan yang diutamakan Roger adalah sensitivity
training, ecounter group, dan Training Group (T Group).
7. The systematic
action-research model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa
perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu
proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem
sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai
dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal itu : hubungan
insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan
profesional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga
masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, dan salah satu cara untuk
mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara saksama tentang
masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh,
dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi
masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang
menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama
yang harus diambil.
Kedua, implementasi dari keputusan yang diambil dalam
tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data
dan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini mempunyai beberapa fungsi :
menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, sebgai bahan pemahaman tentang masalah
yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembalidan mengadakan modifikasi,
sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
8. Emerging technical models
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta
nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan
model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan
atas hal itu, diantaranya : The behavioal Analysis Model, The system
analysis model, The computer based model.
The behavioal Analysis Model, menekankan penguasaan perilaku
atau kemampuan. Suatu perilaku atau kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi
perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara hirarki. Siswa
mempelajari perilak-perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang
sederhana menuju yang lebih kompleks.
The system analysis model berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari
model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus
dkuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian
hasil-hasil belajar tersebut. Langkah ketiga, mengidentifi- kasi tahap-tahap
ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat,
membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
The computer based model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan
komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengiden- tifikasi seluruh unit-unit
kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang
diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan
dengan unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan
dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam
komputer.
BAB III
KESIMPULAN
Tulisan ini menajikan suatu kerangka kerja dasar yang
bersifat konseptual tentang perencanaan kurikulum dan penggunaan model
pengembangan kurikulum. Kerangka kerja ini dapat digunakan oleh para
instruktur, guru dan calon guru untuk memahami, menganalisis dan mengapllikasikannya
dalam proses pembuatan kurikulum yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
kurikulum menjadi pemandu yang bisa memberikan arahan-arahan
fleksibel dan lentur. Memberikan nuansa kemerdekaan hidup bagi anak didik untuk
melakukan aktualisasi diri sedemikian rupa.
Kurikulum harus menampung segala potensi dan bakat anak
didik yang bisa diaktualisasikan secara konkret dan praktis. Perkembangan
kurikulum bisa membuka peluang-peluang baru bagi proses pendidikan yang lebih
hebat dan dinamis.
Beberapa hal yang penting dijalankan untuk melahirkan
kurikulum yang bermutu adalah :
1. Menyusun pokok-pokok bahasan bidang
studi yang secara potensial dapat dijadikan objek belajar yang relevan untuk
mencapai tujuan.
2. Memilih pokok bahasan bidang studi
yang paling relevan sebagai objek belajar guna mencapai tujuan kurikulum yang
telah ditetapkan.
3. Menyusun deskripsi setiap pokok
bahasan yang telah dipilih sehingga jelas.
4. Mengurutkan pokok-pokok bahasan
secara logis dan psikologis agar dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sukmadinata, Nana Syaodih (1997). Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ahmad, M. (2008). Pengembangan Kurikulum.
Tanggerang: PT Bintang Harapan Sejahtera