BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan
dan agama yakni sesuatu hal yang mengatur Norma dan peraturan yang muncul dalam masyarakat sehingga
sebagian orang menganggap bahwa antara kebudayaan dan agama adalah sama.
Padahal jelas kebudayaan dengan agama adalah sesuatu yang sama sekali tidak
dapat disamakan karena kebudayaan adalah ciptaan manusia sedangkan agama adalah
mutlak aturan dan norma yang diberikan oleh Allah Swt.
Kebudayaan
juga belum tentu semua kebudayaan itu baik karena telah di paparkan diatas
bahwa budaya adalah ciptaan manusia sehingga pasti terdapat celah keburukan
dengan keadilan yang pasti tidak dapat dipertanggung jawabkan sehingga
menguntungkan salah satu pihak saja. Sedangkan agama pasti didalamnya tidaklah
ada aturan yang buruk dan kebijaksanaannyapun jelas karena agama diturunkan
oleh Allah yang hak akan dibalas dengan sesuatu yang hak juga dan yang batil
akan dibalas dengan sesuatu yang batil juga tanpa ada seorangpun yang bias
menyangkal karena jelas bahwasanya Allah maha tau.
1.2. Maksud dan Tujuan
Makalah
ini disusun selain untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi agam juga
bertujuan untuk mengetahui beberapa hal berikut :
1. Apa
definisi Kebudayaan ?
2. Apa
definisi agama ?
3. Bagaimana
sejarah kebudayaan ?
4. Apa
perbedaan antara agama dan kebudayaan ?
5. Bagaimanakah
pengaruh kebudayaan terhadap jiwa keagamaan ?
6. Kemudian
bagaimana solusi pemecahannya ?
Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka penulis menyusun makalah ini
semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur”
dalam bahasa Indonesia dan sama artinya dengan tsaqafah dalam bahasa Arab.
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.2. Sejarah Kebudayaan (Asal Usul Kebudayaan)
J.
Verkuyl menulis bahwa kata kebudayaan itu mulai dipakai kira-kira pada tahun
1930 dan dengan cepat merebut tempat yang tetap dalam pembendaharaan bahasa
Indonesia. Selanjutnya Verkuyl mengatakan bahwa kata kebudayaan itu berasal
dari bahasa Sansekerta budaya yakni bentuk jamak dari budi yang berarti roh
atau akal perkataan kebudayaan menyatakan : segala sesuatu yang diciptakan oleh
budi manusia.
2.3. Ciri-Ciri Kebudayaan
Komponen-komponen
atau cirri-ciri kebudayaan itu dapat ditelaah dari sudut wujud maupun isinya.
J.J. Honigmann membedakan adanya tiga ciri kebudayaan, yaitu :
1. Wujud
ide (ideas)
2. Wujud
aktivitas (activities)
3. Benda-benda
yang dihasilkan dari aktifitas tersebut (artifacts)
Sedangkan
Koentjaraningrat (2000:186) berpendirian bahwa wujud kebudayaan terdiri dari
tiga yakni :
1. Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sebagainya
2. Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat.
3. Wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud
pertama kebudayaan diatas disebut dengan system budaya (cultural system) yang
merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Istilah lain untuk menyebut wujud ideal
dari kebudayaan ini adalah adat atau adat istiadat untuk bentuk jamaknya. Wujud
kedua kebudayaan disebut dengan sistem sosial (social system). Sedangkan wujud
terakhir kebudayaan disebut kebudayaan fisik (material culture).
Secara
empirik, ketiga wujud kebudayaan tersebut menjadi satu kesatuan yang integral.
Wujud satu mempengaruhi wujud yang lain dalam proses kehidupan masyarakat.
Kebudayaan ideal atau (adat istiadat) mengatur dan memberi arah kepada tindakan
dan karya. Atas dasar gagasan yang diimplementasikan dalam tindakan (aktivitas)
maka tercipta kebudayaan fisik. Sebaliknya, kebudayaan fisik akan membentuk
suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari
lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatanya, bahkan juga
cara berfikirnya.
2.4. Perbedaan Antara Agama dan Kebudayaan
2.4.1.
Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta
dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika
dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam
pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar
hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena
itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas
dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas
tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan
oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang
perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam
kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin),
yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio
termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya
dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungannya secara
horizontal.1
Agama itu timbul sebagai jawaban manusia
atas penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi
sekaligus mempesonakan Dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus
atau terdesak secara batiniah untuk merespons.Dalam kaitan ini ada juga yang
mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang
berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman
dalam hidupnya.
Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai
terjemahan dari kata Al-Din seperti yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat 3 : 19 ( Zainul
Arifin Abbas, 1984 : 4). Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga
Ilahi untuk memimpin manusia untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
Secara fenomenologis, agama Islam dapat dipandang sebagai Corpus syari’at yang
diwajibkan oleh Tuhan yang harus dipatuhinya, karena melalui syari’at itu
hubungan manusia dengan Allah menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama
berkonotasi kata benda sebab agama dipandang sebagai himpunan doktrin.
Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip oleh
muhammad Wahyuni Nifis (Andito ed, 1998:47) lebih memandang agama sebagai kata
kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan atau kesolehan hidup berdasarkan
nilai-nilai ke Tuhanan.
Walaupun kedua pandangan itu berbeda sebab
ada yang memandang agama sebagai kata benda dan sebagai kata kerja, tapi
keduanya sama-sama memandang sebagai suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan
keselamatan disini dan diseberang sana .
Dengan agama orang mencapai realitas yang
tertinggi. Brahman dalam Hinduisme, Bodhisatwa dalam Buddhisme Mahayana,
sebagai Yahweh yang diterjemahkan “Tuhan Allah” (Ulangan 6:3) dalam agama
Kristen, Allah subhana wata’ala dalam Islam.
Sijabat telah merumuskan agama sebagai berikut:
“Agama adalah keprihatinan maha luhur dari manusia yang terungkap
selaku jawabannya terhadap panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha Kekal.
Keprihatinan yang maha luhur itu diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau
kelompok terhadap Tuhan, terhadap manusia dan terhadap alam semesta raya serta
isinya”.
Uraian Sijabat ini menekankan agama sebagai
hasil refleksi manusia terhadap panggilan yang Maha Kuasa dan Maha Kekal.
Hasilnya diungkap dalam hidup manusia yang terwujud dalam hubungannya dengan
realitas tertinggi, alam semesta raya dengan segala isinya. Pandangan itu
mengatakan bahwa agama adalah suatu gerakan dari atas atau wahyu yang
ditanggapi oleh manusia yang berada dibawah.
2.4.2.
Kebudayaan
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah
keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar.
Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian,
berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat adalah budaya.
Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang
terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat,
ethos kerja dan pandangan hidup.
2.4.3.
Perbedaan dan Contoh
Jelas sekali bahwa agam dan budaya sangatlah
berbeda karena budaya adalah hasil pemikiran manusia, ciptaan manusia, serta
disain manusia sedangkan agama adalah mutlak ciptaan dan aturan dari Allah Swt.
Contohnya shalat, shalat adalah ritual
keagamaan karena shalat mutlak perintah dari Allah sebelum Allah memerintahkan
shalat tidak ada satupun orang yang melakukan shalat maka jelas shalat bukanlah
hasil pemikiran manusia.
2.5. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Jiwa Keagamaan
Era global ditandai oleh proses
kehidupan mendunia, kemajuan IPTEK terutama dalam bidang transportasi dan
komunikasi serta terjadinya lintas budaya. Kondisi ini mendukung terciptanya
berbagai kemudahan dalam hidup manusia, menjadikan dunia semakin transparan.
Pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang serba boleh (permissiveness). Apa
yang sebelumnya dianggap sebagai tabu, selanjutnya dapat diterima dan dianggap
biasa. Sementara itu, nilai-nilai tradisional mengalami proses perubahan sistem
nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi
masyarakatnya. Termasuk ke dalamnya sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama.
Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan,
barang kali dampak globalisasi itu dapat dilihat melalui hubungannya dengan
perubahan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan Tannenbaum,
perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri
seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini berarti bahwa apabila
pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di nilai baik oleh individu maupun
masyarakat, maka mereka akan menerimanya.
Secara fenomina, kebudayaan dalam era
global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jiwa keagamaan. Meskipun dalam sisi-sisi tertentu
kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam kesemarakannya. Namun dalam
kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler barangkali akan ada
pengaruhnya terhadap pertumbungan jiwa keagamaannya.
Dalam situasi seperti itu, bisa saja
terjadi berbagai kemungkinan. Pertama, mereka yang tidak ikut larut dalam
pengaguman yang berlebihan terhadap rekayasa teknologi dan tetap berpegang
teguh pada nilai – nilai keagamaan, kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran
agama. Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan
mengalami kekosongan jiwa, golongan ini sulit menentukan pilihan guna
menentramkan gejolak dalam jiwanya.
2.5.1. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Aqidah (Kepercayaan)
Dari pemaparan diatas dengan kemajuan IPTEK
yang semakin pesat maka akan mempengaruhi aqidah jiwa keagamaan seseorang,
seseorang akan lebih memilih menggunakan akalnya ketimbang kepercayaan yang
dianutnya sehingga manusia akan sangat mudah sekali terjebak dalam kesesatan
duniawi yang mengabaikan moralitas.
2.5.2. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Ibadah
Sedangkan dalam aspek ibadah manusia
semakin tidak memilikiwaktu luang untuk hal ibadah karena manusia semakin
disibukkan dengan pengejaran target IPTEK yang dipelajari dan dipergunakannya.
2.5.3. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Muamalah
"Muamalah adalah aturan Allah
yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk
mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik"
(Idris Ahmad) atau " Muamalah adalah tukar-menukar barang atu sesutu yang
bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan" (Rasyid Ridho)
"(Rahcmat Syafiie, Fiqih Muamalah). Muamalah ditinjau dari segi objeknya. Meliputi:
Dalam kehidupan sekarang manusia
sudah tidak lagi mempraktikkan muamalah yang sesuai dengan hakikatnya karena
muamalah sekarang sudah menggunakan bunga, jasa dan lain sebagainya karena lebih
mementingkan keuntungan daripada aturan keagamaan dalam bermuamalah.
2.5.4.
Pengaruh Kebudayaan Terhadap Syariah
Syariah (berarti jalan besar) dalam
makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu sendiri (42 :13). Dalam
pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum dari ajaran Islam, yang
lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum demikian karena Islam
merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah
sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum
yang penting bagi pengembangan diri manusia dan pembentukan dan
pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani).
Syariah meliputi 2 bagian utama :
1. Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas
hubungan manusia dengan Allah (vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci
dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa
2. Mu'amalah, yang membahas hubungan
horisontal (manusia dan lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya
aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara,
dll.
Budaya amat sangat mempengaruhi
syariah manusia baik dari segi ibadah maupun muamalah seperti di paparkan
diatas dari segi ibadah manusia kurang memilikiwaktu untuk melakukannya
sedangkan dari segi muamalah manusia lebih mementingkan keuntungan bagi dirinya
sendiri daripada mudharatnya sehingga koridor-koridor halal dan haram, semakin
terabaikan.
2.6. Solusi Penanggulangan
Untuk
menghadapi masalah kebudayaan yang semakin menjadi tersebut yakni dengan tetap
menekuni IPTEK namun tetap menomor satukan kode etik keagamaan yang berlaku
sehingga berjalan dengan garis wajar (tidak berlebihan) dan tidak menjadikan
pengagum nomor satu untuk IPTEK melainkan pengagum nomor satu tentang keagamaan
sehingga tetap menjunjung tinggi moralitas dan tidak melanggar norma serta
garis-garis keagamaan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pemaparan diatas jelas bahwa antara kebudayaan dan agama tidak bisa disamakan
walaupun keduanya sama-sama mengatur tentang norma dan aturan namun agama
adalah aturan yang hak dari Allah sehingga balasan, kebenaran, dan keadilannya
jelas sedangkan kebudayaan hanyalah ciptaan manusia yang pasti ada celah keburukan
didalamnya.
Dalam
era globalisasi sekarang banyak sekali pengaruh kebudayaan terhadap jiwa
keagamaan diantaranya yakni IPTEK, pekerjaan, ekonomi, mode, perilaku dan lain
sebagainya sehingga manusia kebanyakan menjadi pengagum fanatik hal-hal tersebut
yang pada akhirnya menomorduakan agama.
Maka
solusi yang tepat adalah bolehlah kita menjadi pengagum hal-hal tersebut tetapi
tetap menomorsatukan agama sehingga tetap menekuni hal-hal tersebut tetapi
tetap berada dalam kontrol agama sehingga tidak melanggar norma agama yang
berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Mulyawan, Drs., Murip
Yahya, Drs., Mpd., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Indramayu : Unwir
Press, 2008
Faisal Ismail, Drs., MA., Paradigma
Kebudayaan Islam, Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1998
Jalaluddin, Psikologi
Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996
Atiqullah, Dasar-Dasar
Psikologi Agama, Pamekasan : Stain Pamekasan press, 2006
Http://amgy.wodpress.com/2008/02/09/budaya-dan-spiritualitas-keagamaan
Http://amgy.wodpress.com/2008/02/09/budaya-dan-spiritualitas-keagamaan
Atiqullah, Dasar-Dasar Psikologi Agama, (Pamekasan
: Stain Pamekasan press, 2006), hlm.,
Jalaluddin, Psikologi
Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996),
Http://amgy.wodpress.com/2008/02/09/budaya-dan-spiritualitas-keagamaan
Http://amgy.wodpress.com/2008/02/09/budaya-dan-spiritualitas-keagamaan
No comments:
Post a Comment