Saturday 23 April 2011

HADITS PADA MASA SAHABAT DAN TABI'IN


BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN ILMU HADITS
Ilmu Hadits adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang hadits, secara garis besar ilmu hadits terbagi menjadi dua macam yaitu :
1. Ilmu Hadits Riwayah
Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang membahas tentang tatacara perhubungan suatu hadits sehingga sampai kepada Nabi Muhammad. S.A.W. yang berobjek pada cara menerima, menyampaikan, memindahkan, atau mendewankan hadits kepada orang lain.
2. Ilmu Hadits Dirayah
Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan hadits dalam hubungannya dalam penerimaan atau penolakan suatu hadits dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.
B. MANFAAT MEMPELAJARI ILMU HADITS
Yang kita petik dari mempelajari ilmu hadits sangatlah banyak sekali, diantaranya adalah kita bisa lebih berhati-hati atas kalimat yang menyandarkan kepada Rasulullah atau kalimat yang mengatasnamakan hadits sehingga dengan mempelajari ilmu hadits kita bisa mengetahui apakah Rasulullah benar-benar pernah mengatakan kalimat tersebut atau tidak dan seberapa besar bobot keterjaminan kalimat tersebut.

Selain manfaat diatas kita juga bisa lebih menghargai para perawi hadits yang dengan susah payah meriwayatkan hadits sehingga terjamin keabsahannya dengan sangat teliti dan hati-hati, selanjutnya masih banyak manfaat yang bisa kita ambil dengan mempelajari ilmu hadits.
BAB II
DASAR-DASAR ILMU HADITS
A. DEFINISI HADITS, SUNNAH, KHABAR, DAN ATSAR
1.  Hadits
Hadits menurut bahasa mempunyai beberapa arti yaitu :
Ø  Baru (jadid), kebalikan dari terdahulu (qadim)
Ø  Dekat (qarib), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh (ba’id)
Ø  Khabar, berita, atau riwayat
Sedangkan Hadits menurut istilah ahli hadits mengatakan “segala ucapan, segala perbuatan, dan segala keadaan atau perilaku Nabi Muhammad.S.A.W”.
2.  Sunnah
Sunnah dari segi bahasa berarti jalan yang dilalui, baik itu jalan yang baik ataupun jalan yang buruk. Sunnah juga dapat di diartikan sebagai adat, atau tradisi, atau ketetapan, meskipun hal itu tidak baik.
Sedangkan menurut istilah ahli hadits mengatakan sunnah adalah segala sesuatu yang dinukilkan/diriwayatkan dari Nabi.S.A.W. baik berupa perkataan, perbuatan maupun takrir beliau.
Menurut para ahli ushul fiqih, sunnah menurut istilah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi S.A.W. baik berupa perkataan, perbuatan, atau takrir yang mempunyai hubungan dengan hukum agama.
3.   Khabar
Khabar menurut lughawiyah berarti warta, kabar, atau berita yang disampaikan seseorang kepada yang lain.
Sedangkan menurut istilah Khabar berarti suatu berita , baik dari Nabi, para sahabat, maupun para tabi’in. orang yang meriwayatkan sejarah disebut khabari atau akhbari sebagaimana yang meriwayatkan hadits disebut muhaditsin.
4.   Atsar
Atsar menurut bahasa artinya bekas atau sisa sesuatu.
Sedang menurut istilah Atsar sama artinya dengan Hadits atau Khabar . sebagian ulama mengatakan bahwa atsar lebih luas artinya dari khabar, karena atsar tidak hanya berlaku bagi segala sesuatu dari Nabi S.A.W. tetapi berlaku juga bagi selain Nabi sedangkan khabar khusus bagi segala sesuatu dari Nabi S.A.W. saja.
B.   ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS
1.   Sanad
Secara lughawiyah sanad berarti sandaran, tempat bersandar, atau yang menjadi sandaran. Jamak dari sanad adalah asnad atau sanadat juga berarti jalan.
Sedangkan menurut istilah sanad berarti rangkaian urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan matan sampai kepada Nabi.
2.   Matan
Dari segi bahasa matan berarti membelah, mengeluarkan mengikat, punggung jalan (muka jalan), tanah yang keras dan tinggi.
Sedangkan menurut istilah matan adalah isi inti yang disampaikan, jika dalam hadits yang disebut matan yaitu perkataan setelah menyebutkan sanadnya, jika didalam kitab matan yaitu isi teks kitab tersebut, bukan penjelasan atau syarah kitab.
3.   Rawi
Rawi adalah orang yang meriwayatkan, hadits atau sunnah hingga sampai kepada seluruh kaum muslimin.
4.   Mukharij
Mukharij artinya hampir sama dengan rawi atau orang yang meriwayatkan yaitu mukharij berarti orang yang mengeluarkan hadits atau sunnah hingga sampai kepada seluruh kaum muslimin.
BAB III
STRUKTUR PERIWAYATAN HADITS
A.  Contoh Bagan Hadits













 



 x)    “Rasulullah S.A.W. bersabda : Barang siapa yang sengaja berdusta atas
          namaku maka hendaklah dia menduduki tempat duduk di neraka”.
B. Penjelasan
Hadits diatas termasuk hadits mutawatir lafdhi karena setiap yang meriwayatkan sama betul makna dan lafadznya.
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, dan sebagian ulama mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan susunan redaksi dan makna yang sama.

















BAB IV
SEJARAH
PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN HADITS
PADA MASA SAHABAT DAN TABI’IN
A.   HADITS PADA MASA KHULAFA RASYIDIN ( 11 H-40 H )
1.   Munculnya Masalah
Tidak lama Abu Bakar menjadi khalifah sebagian umat islam mulai murtad, mereka tidak mau lagi membayar zakat. Karenanya Abu Bakar mengambil tindakan minginsafkan orang-orang tersebut dan usahanya ini berhasil.
2.   Jalan Periwayatan Hadits Oleh Sahabat
Setelah insaf orang-orang yang tidak mau membayar zakat tersebut mulai muncullah orang-orang munafik mulai menampakkan kukunya dengan memalsukan hadits. Karena setelah Rasulullah wafat dada sahabat merupakan tempat pemeliharaan hadits maka beliau mengadakan penilaian-penilaian riwayat. Beliau meresmikan Undang-undang periwayatan hadits yang di ikuti pula oleh Umar dan memberikan ancaman-ancaman kepada orang yang berdusta dalam hadits.
Diantara usaha yang dilakukan oleh Umar adalah :
Ø  Menyedikitkan Riwayat
Ø  Berhati-hati dalam meriwayatkan Hadits
Ø  Para sahabat tidak menerima Hadits yang belum difahami umum


B.   HADITS SETELAH ZAMAN KHULAFA RASYIDIN HINGGA AKHIR
       ABAD PERTAMA
1.   Keadaan Politik dan Timbulnya Partai-Partai
Keadaan berjalan aman setelah Abu Bakar bertindak bijaksana dalam menundukkan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Keadaan yang damai itu berjalan sampai awal pemerintahan Usman. Kemudian sebagian anggota masyarakat menentang Usman lantaran beberapa tindakan beliau yang sebenarnya tidak dapat di sahkan. Dan dalam masa itu pula golongan Yahudi masuk kedalam Islam yang sebenarnya hanya siasat untuk menumbuhkan benih-benih perpecahan di dalam tubuh Islam. Golongan Yahudi itu dipimpin oleh Abdullah ibn Saba’ dia mencetuskan api fitnah dan menggerakkan masyarakat untuk menentang Usman.
Sejak kala itu terbukalah pintu kejahatan dan mulai menjalar api-api perpecahan di kalangan umat Islam, dan belum lagi Ali bin Abu Thalib menetap di singgasana khalifah, tiba-tiba Mu’awiyah bangun menuntut bela Usman dan terjadilah peperangan yang menghancurkan umat islam, peperangan itu berakhir dengan perang shiffin. Pada masa itulah umat islam pecah menjadi tiga golongan yaitu :
Ø  Golongan Khawarij, yaitu golongan yang membela Utsman dan menentang Ali.
Ø  Golongan Syi’ah, yaitu golongan yang membela Ali bin Abu Thalib
Ø  Golongan Jumhur, yaitu golongan yang tidak memihak kedua-duanya
Disinilah orang-orang Yahudi yang di pimpin oleh Abdullah ibn Saba’ itu mendapat lapangan yang luas untuk menghancurkan aqidah-aqidah islam dan memecahkan persaudaraan umat Islam, mereka memalsukan Hadits sebagai penguat fatwa-fatwanya.
2.   Usaha Sahabat dan Tabi’in dalam Mengumpulkan Hadits,
      Meriwayatkan, dan Menentang Orang-orang yang Mengembangkan
      Hadits Palsu
Jumhur umat islam yang tidak memihak Syi’ah atau Khawarij berpegang pada hadits-hadits yang shahih dan menolak hadits-hadits yang di riwayatkan oleh orang-orang Syi’ah dan Khawarij.
Orang yang membuat Hadits palsu sengaja mengadakan majlis-majlis Hadits di masjid-masjid, di hadapan sahabat. Maka para sahabat mengusirnya bahkan kadang-kadang para sahabat terpaksa meminta bantuan polisi.
Para sahabat selain memerangi orang yang memalsukan hadits, melawat pula kesana kemari untuk menari hadits.
3.    Lembaga-lembaga Hadits
Dengan datangnya para sahabat melawat ke kota-kota untuk mencari hadits dan untuk mengecek hadits maka lahirlah perguruan-perguruan tinggi untuk mempelajari Al-qur’an dan hadits untuk melahirkan suatu generasi yang akhirnya dinamakan tabi’in.
Ilmu-ilmu pada masa itu hanya di pelihara di dalam dada, sedang masjid menjadi gudang ilmu, tempat mempelajari hadits.

a. Lembaga Hadits di Madinah
Di Madinah sangat banyak sekali orang-orang yang tahu betul tentang Hadits karena Madinah adalah ibu kota umat islam, tempat kediaman khulafa’u Rasyidin dan sahabat-sahabat besar.
Orang yang mempunyai ilmu yang luas dalam ilmu Hadits dan Fiqih di Madinah antara lain: Abu Bakar, Abdullah ibn Umar, Abu Sa’id al-Khurdy. Dan di pimpin oleh Zaid bin Tsabit.
b. Lembaga Hadits di Mekkah
Di Mekkah sahabat yang ditugaskan untuk membuka lembaga Hadits adalah Mu’adz ibn Jabal kemudian lembaga hadits di Mekah di pimpin oleh Abdullah ibn Abbas, beliaulah yang menyebabkan kota Mekkah mempunyai kedudukan dalam bidang ilmu, karena beliau adalah bendaharawan ilmu.
Tabi’in yang belajar pada Abdullah ibn Abbas yang paling terkenal antaralain : Mujahid ibn Jabr, Ikrimah, Atha ibn Abi Rabah.
c. Lembaga Hadits di Kufah
Lembaga Hadits di Kufah di pimpin oleh Abdullah ibn Mas’ud. Tabi’in yang belajar pada Abdullah ibn Mas’ud diantaranya adalah : Ubaidah ibn Amr, as-Silmany, al-Aswad ibn Yazid, dan lain-lain.
d. Lembaga Hadits di Basrah
pemimpin lembaga Hadits di Basrah adalah Anas ibn Malik dan sahabat-sahabat yang tinggal disana.
Tokoh-tokoh Tabi’in yang terkenal di Basrah adalah : Abdul Aliyah Rafie’ ibnu Mihram, al-Hasanul Bishry, Muhammad ibn ad-Dausy, dan lain-lain.
e. Lembaga Hadits di Syam (Syria)
Sahabat yang di kirim Khalifah ke Syam diantaranya adalah Mu’adz ibn Jabal yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam bidang ilmiah.
Tokoh-tokoh di Syam banyak sekali antara lain : Ubadah ibn Shamit, Abud Darda, Abu Musa al-Anshariy, dan lain-lain
f. Lembaga Hadits di Mesir
Diantara sahabat di Mesir adalah Abdullah ibn Amr ibn Ash, Uqbah ibn Amir al-Juhaniy, Kharijah ibn Huzaifah, Abdullah ibn Sa’ad dan sahabat lain yang kurang lebih berjumlah 140 orang.
Tabi’in-tabi’in di Mesir antara lain : Abul Khair Marstad ibn Abdullah al-Yaziry, dan lainnya.
4.   Penulisan Hadits
Pada waktu Islam datang Bangsa Arab sangat sedikit sekali yang pandai membaca dan menulis di perkirakan hanya ada 11 orang saja yang pandai membaca dan menulis sehingga Bangsa arab di kenal dengan bangsa Ummi.
Setelah Khulafaur Rasyidin menyuruh para sahabat menyedikitkan riwayat dan lain sebagainya alasannya selain karena untuk mengantisipasi hadits-hadits palsu juga karena takut masyarakat lebih berkonsentrasi kepada hadits di bandingkan al-qur’an, sedangkan masyarakat belum mengumpulkan semuanya di dalam dada.
Demikian pula Khulafaur Rasyidin tidak menulis dan membukukan Hadits karena takut akan menandingi suhuf-suhuf al-Qur’an.
Oleh karena itu Umar bi Khathab, walaupun sudah mendapat suara bulat dari para sahabat untuk menulis Hadits, tidak jadi menulisnya, juga karena takut akan di jadikan mushaf yang kedua.
Selanjutnya para khalifah setelah Umar tetap mengikuti jejak Umar. Hingga pada masa Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz Hadits baru dikumpulkan dan su bukukan, karena ada hal-hal yang menghendaki supaya hadits di bukukan dan pada masa itu al-qur’an dianggap sudah cukup berkembang sehingga tidak ada lagi keraguan dengan ayat-ayat al-Qur’an.















BAB V
KESIMPULAN

Dengan melihat sejarah pengumpulan, periwayatan, dan penyeleksiannya yang sangat hati-hati maka Hadits sudah layak kita percaya keabsahan dan keterjaminannya maka sudah patutnya kita pula mengikuti, dan mengakuinya bahwa Hadits adalah sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an tentunya sesuai dengan kelas Hadits tersebut.
Jika kita pandang melalui segi dasar-dasar Ilmu Hadits maka kita bisa memilih dan melihat bagaimana sanad, periwayatan serta matannya yang di terangkan dengan jelas dan terbuka, maka tentu semakin menghilangkan keraguan kita akan mutu yang terdapat dalam hadits tersebut. Apalagi jika kita melihat dari bagan struktur periwayatan bagaimana hadits tersebut bisa sampai kepada kita tentu sudah mampu menghilangkan predikat buruk tentang hadits, walaupun pernah di palsukan oleh pendusta-pendusta agama.
Untuk lebih mematangkan pengetahuan kita tentang hadits tentu kita harus mempelajari Ulumul Hadits karena dengan mempelajaranya kita bisa tahu apakah yang sampai kepada kita itu, Hadits, Sunnah, Khabar, atau Atsar. Dengan melihat proses terjadinya, isinya, dan keterkaitannya.

3 comments: