Saturday 23 April 2011

G 30S PKI


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Sejarah
PKI di dirikan atas inisiatif tokoh sosialis belanda, Henk sneevliet pada 1949, dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda). Kenaggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota dari partai sosialis Belanda, yaitu SDAV (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda.
Pada oktober 1915 ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda “Het Vrije Woord” (kata yang merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia, pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa melayu “Soeara Merdika”.
Dibawah kepemimpinan Snevliet, ISDV yakin bahwa refolusi oktober seperti yang terjadi di Rusia harus di ikuti di Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut diantara tentara-tentara dan pelaut Belanda di Hindia Belanda. Di bentuklah “Pengawal Merah” dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk dewan Sovyet. Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan sovyet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV di kirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin ISDV di kirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan dikalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.
ISDV terus melakukan kegiatannya, meskipun bergerak dibawah tanah. Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi inipun mulai berubah dari mayoritas Belanda menjadi mayoritas orang indonesia. Pada 1919, ISDV hanya mempunyai 25 orang Belanda di antara anggotanya, dari jumlah keseluruhan kurang dari 400 orang anggota.
B.   Rumusan Masalah
Melihat dari sejarah di atas timbullah permasalahan sebgai berikut:
1.      Bagaimana terbentuknya Partai Komunis tersebut ?
2.      Bagaimana pemberontakan yang mereka lakukan dan atas dasar apa?
3.      Siapa saja tokoh-tokoh yang termasuk di dalamnya?
4.      Bagaimana usaha penumpasannya?
5.      Apa dampak dari pemberontakan itu?
C.  Tujuan Pembahasan
Tujuan di buatnya makalah ini selain untuk memenuhi tugas guru study juga untuk mengetahui dan memaparkan bagaimana kejadian yang lebih di kenal dengan PEMBERONTAKAN G 30 S/PKI dari sumber-sumber yang kami dapat.
D.   Metode Pembahasan
Metode yang di gunakan penulis dalam menyusun karya ilmiah ini adalah metode studi pustaka, yaitu mengutip, menyusun serta merumuskan kembali pernyataan para ahli dalam bidang pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pembentukan Partai Komunis
Pada awalnya PKI adalah gerakan yang menyusup kedalam sarekat islam. Keadaan yang semakin parah ada perselisihan antar para anggotanya, terutama di Semarang dan Yogya karta membuat sarekat islam melaksanakan disiplin partai. Yakni melarang anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan pergerakan Indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota yang beraliran komunis kesal dan keluar dari partai dan membuat partai baru yang disebut ISDV. Pada kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini di ubah menjadi Perserikatan komunis di Hindia. Semaun diangkat sebagai ketua partai.
PHK adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari komunis isternasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongresnya kedua komunis internasional pada 1920.
Pada 1924 nama partai ini sekli lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
B.   Pemberontakan 1926
Pada november 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatera Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Pemberontakan ini di hancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang di tahan. Sejumlah 1.308 umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian bergerak dibawah tanah.
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni didalam perundingan rahasia ektivis PKI di Prambanan rencana itu ditolak tegas oleh Tan Malaka, salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatera. Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Lev Trotsky yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di Jawa terjadi semisal pemberontakan silungkang di Sumatera.
Pada masa awal pelarangan ini, PKI beruasaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena banyak dari pemimpinnya yang di penjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Musso kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Musso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kini PKI bergerak dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak diantara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, perhimpoenan Indonesia, yang tak lama kemudian berada di dalam kontrol PKI .


C.   Bangkit Kembali Setelah Kemerdekaan
Setelah pemerintahan Jepang menyerah kalah kepada tentara sekutu pada 1945 PKI muncul kembali di panggung politik Indonesia dan ikut serta secara aktif dalam perjuangan untuk merebut kemerdekaan nasional. Banyak satuan-satuan bersenjata yang berada di bawah kontrol ataupun pengaruh PKI.
Meskipun milisi-milisi PKI memainkan peranan penting dalam perlawanan terhadap Belanda, Soekarno hawatir bawa semakin kuatnya pengaruh PKI akhirnya akan mengancam posisinya. Lain dari pada itu, perkembangan PKI dirasakan sangat mengancam kelompok-kelompok kanan dalam dunia politik Indonesia maupun Amerika Serikat
D.   Peristiwa Madiun 1948
Pada februari 1948 PKI dan unsur-unsur kiri dari Partai Sosialis Indonesia membentuk sebuah front bersama, yaitu Front Demokratis Rakyat. Front ini tidak bertahan lama, namun unsur-unsur kiri psi kemudian bergabung dengan PKI pada saat ini milisi-milisi Pesindo berada dibawah kontrol PKI.
Pada 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Jakarta setelah mengembara selama 12 tahun di Uni Soviet tanpa pemberitahuan dan penjelasan yang kuat. Politbiro PKI dibentuk kembali, dengan pemimpinnya antara lain Dipa Nusantara Aidit, M.H. Lukman dan Njoto.
Setelah penandatanganan Perjanjian Renfille (1948), banyak satuan-satuan bersenjata republiken yang kembali dari daerah-daerah konflik. Hal ini memberikan rasa percaya diri dikalangan kelompok sayap kanan Indonesia bahwa mereka akan mampu menandingi PKI secara militer. Satuan-satuan gerilya dan milisi yang berada di bawah pengaruh PKI diperintahkan untuk membubarkan diri. Di Madiun sekelompok militer dipengaruhi PKI yang menolak perintah perlucutan senjata tersebut di bunuh pada bulan september tahun yang sama pembunuhan ini menimbulkan pemberontakan bersenjata. Hal ini menimbulkan alasan untuk menekan PKI. Sumber-sumber militer menyatakan bahwa PKI telah memproklamasikan pembentukan “Republik Soviet Indonesia” pada 18 september 1948 dengan Musso sebagai presidennya dan Amir Sjarifuddin sebagai perdana mentrinya. Pada saat yang sama PKI menyatakan menolak pemberontakan itu dan menyerukan agar masyarakat tetap tenang.
Pemberontakan ini di tindas oleh pasukan-pasukan republik, dan PKI kembali mengalami massa penindasan. Pada 30 sepetember Madiun berhasil dikuasai oleh pasukan-pasukan Republik dari divisi Siliwangi. Beribu-ribu kader partai di bunuh dan 36.000 orang di penjarakan diantara mereka yang dibunuh termasuk Musso yang dibunuh pada 31 oktober dengan alasan bahwa ia berusaha melarikan diri dari penjara. Amir Sjarifiddin, tokoh partai sosialis Indonesiapun di bunuh pada peristiwa berdarah ini. Aidit dan Lukman mengungsi ke Republik Rakyat Cina. Namun PKI tidak di larang dan terus berfungsi. Pada 1949 partai ini mulai dibangun kembali walau begitu, ada sejarawan yang mengatakan bahwa kasus tersebut adalah murni kesalahfahaman di dalam tubuh TNi saat itu. Apapun itu, gerakan pemberontakan Madiun telah memberi kesempatan bagi pemimpin Indonesia guna mengahadapi Belanda lewat tekanan politik. Hal ini membuktikan pada Amerika serikat bahwa Indonesia punya peluang besar menjadi negara komunis berkurang. Sekaligus memberi kesempatan Soviet untuk mengevaluasi kegagalan Musso di Madiun.
E.   Bangkit Kembali
Pada 1950 PKI memulai kembali kegiatan penerbitannya, dengan organ-organ utamanya yaitu Harian Rakjat dan Bintang Merah. Pada 1950-an, PKI mengambil posisi sebagai partai nasionalis dibwah pimpinan D.N. Aidit, dan mendukung kebijakan-kebijakan anti kolonialis dan anti barat yang diambil oleh Presiden Soekarno. Aidit dan kelompok disekitarnya, dan termasuk pemimpin-pemimpin muda seperti Sudisman, Lukman, Njoto, dan Sakirman menguasai pimpinan partai pada 1951. pada saat itu, tak satupun diantara mereka yang berusia lebih dari 30 tahun. Dibawah Aidit, PKI berkembang dengan sangat cepat, dari sekitar 3000-5000 anggota pada 1950, menjadi 165.000 pada 1954 dan bahkan 1,5 juta pada 1959.
Pada agustus 1951 PKI memimpin serangkaian pemogokan militan, yang diikuti oleh tindakan-tindakan tegas terhadap PKI di Medan dan Jakarta. Akibatnya, para pemimpin PKI kembali bergerak di bawah tanah untuk sementara waktu.
F.   Pemilu 1955
Pada pemilu 1955, PKI menempati tempat keempat dengan 16% dari keseluruhan partai ini memperoleh 39 kursi (dari 257 kursi yang diperebutkan) dan 80 dari 514 kursi di konstituante.
Perlawanan terhadap kontrol Belanda atas Papua bagian barat merupakan masalah yang seringkali diangkat oleh PKI selama tahun 1950-an.
Pada Juli 1957, kantor PKI di Jakarta diserang dengan granat, pada bulan yang sama PKI memperoleh banyak kemajuan dalam pemilihan-pemilihan dikota-kota. Pada september tahun yang sama, Masjumi secara terbuka menuntut supaya PKI di larang.
Pada 3 Desember, serikat-serikat buruh, yang pada umumnya berada dibawah pengaruh PKI, mulai menguasai perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penguasaan ini merintis nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh asing. Perjuangan melwan para kapitalis asing memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan diri sebagai sebuah partai nasional.
Pada februari 1958 terjadi sebuah upaya kudeta yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pro Amerika Serikat dikalangan militer dan politik sayap kanan. Para pemberontak, yang berbasis di Sumatera dan Sulawesi, mengumumkan pada 15 Februari terbentuknya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pemerintahan yang di sebut Revolusioner ini segera menangkapi ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang berada di bawah kontrol mereka. PKI mendukung upaya-upaya Soekarno untuk memadamkan pemberontakan ini, termasuk pemberlakuan undang-undang darurat. Pemberontakan ini pada akhirnya berhasil di padamkan.
Pada 1959 militer berusaha menghalangi diselenggarakannya kongres PKI. Namun demikian, kongres ini berlangsung sesuai dengan jadwal, dan presiden Soekarno sendiri menyampaikan sambutannya.
Pada 1960 Soekarno melancarkan Slogan Nasakom, yang merupakan singkatan dari Nasionalisme Agama, dan Komunisme. Dengan demikian peranan PKI sebagai mitra dalam polotok Soekarno dilembagakan. PKI membalasnya dengan menanggapi konsep Nasakom secara positif, dan melihatnya sebagai sebuah front bersatu yang multi-klas.
Meskipun PKI mendukung Soekarno, ia tidak kehilangan otonomi polotoknya. Pada maret 1960, PKI mengecam penanganan anggaran yang tidak demokeratis oleh Soekarno. Pada 8 Juli 1960, harian Rakjat memuat sebuah artikel yang kritis terhadap pemerintah. Para pemimpin PKI di tangkap oleh militer, namun kemudian dibebaskan kembali atas perintah Soekarno. Ketika gagasan tentang Malaysia berkembang, PKI maupun partai komunis Malaysia menolaknya.
Dengan berkembangnya dukungan dan keanggotaan yang mencapai 3 juta orang pada 1965, PKI menjadi Partaui Komunis terkuat diluar Uni Soviet dan RRT partai itu mempunyai basis yang kuat dalam sejumlah organisasi massa, seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia).
Pemuda rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) dan Himpunan Sarjana Indonesia (HIS). Menurut perkiraan, seluruh anggota partai dan organisasim-organisasi yang berada di bawah payungnya kemudian mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia.
Pada Maret 1962, PKI bergabung dengan pemerintah. Para pemimpin PKI, Aidit dan Njoto, diangkat menjadi menteri penasehat. Pada bulan April PKI menyelenggarakan kongres partainya. Pada 1963, pemerintah Malaysia, Indonesia dan Filifina terlibat dalam pem,bahasan tentang pertikaian wilayah dan kemungkinan tentang pembentukan seluruh konfederasi maphilindo, sebuah gagasan yang dikemukakan oleh prewsiden Filipina, Diosdado Macapagal PKI menolak gagasan pembentukan Maphilindo dan federasi Malaysia. Para anggota PKI yang militan menyebarang masuk kedalam Malaysia dan terlibat dalam pertempuran-pertempuran dengan pasukan-pasukan Britania dan Australia. Sebagian kelompok berhasil mencapai Malaya lalu bergabung dengan perjuangan disana. Namun demikian, kebanyakan dari mereka ditangkap begitu tiba. Kebanyakan dari satuan-satuan tempur PKI aktif di wilayah perbatasan di Kalimantan.
Pada Januari 1954 PKI mulai menyita hak milik Britania kepunyaan perusahaan-perusahaan Britania di Indonesia.
Salah satu hal yang sangat aneh yang dilakukan PKI adalah dengan di usulkannya angkatan V yang teridiri dari buruh dan petani, kemungkinan besar PKI ingin mempunyai semacam militer partai seperti partai Komunis Cina dan Nazi dengan SS nya hal inilah yang membuat TNI AD merasa khawatir takut akan adanya penyelewengan senjata yang dilakukan PKI dengan “tentaranya”.
Pada era akhir kekuasaan Soekarno, muncullah suatu insiden pembunuhan jendral-jendral TNI yang disebut insiden G 30 S. dalam era ketidak jelasan dan kekacauan ini membuat PKI dan Soekarno dalam masalah besar. Yaitu menghadapi krisis nasional. Dengan alasan “Keterlibatan PKI dalam G 30 S”, partai ini dilarang oleh Pangkopkamtib Soeharto pada tanggal 12 maret 1966, setelah mendapat surat perintah Sebelas Maret dari presiden Soekarno yang kemudian di klaim oleh Soeharto sebagai tonggak utama kekuatan politiknya.
Gerakan 30 September sendiri sangat membingungkan karena Soekarno sendiri dalam pidatonya mengatakan bahwa gestok (sebutan Soekarno untuk G 30 S) terjadi diantaranya karena keblingeran pemimpin-pemimpin PKI.
Setelah itu bermula sebuah sejarah hitam bangsa Indonesia dimana ribuan orang tak bersalah terutama di pulau jawa dan Bali-di bantai secara sia-sia karena dituduh komunis.
Hal ini disebabkan karena rakyat Indonesia sudah sangat menderita ketika PKI di anak emaskan banyak sekali kasus-kasus pembunuhan rakyat Indonesia non PKI dilakukan oleh orang PKI tanpa ada penjelasan hukum.
Menurut beberapa sumber antara 500.000 jiwa sampai 2 juta jiwa tewas di bunuh. Ribuan lainnya mendekam dipenjara atau di buang ke pulau buru.
Jumlah korban tersebut tidak dapat dibuktikan secara lebih jelas, ada kemungkinan beberapa sumber-sumber tersebut merekayasa jumlah korban agar Indonesia terlihat kejam dan tidak ber Peri kemanusiaan.
Sebuah upaya rekonsiliasi dan rehabilitasi yang di prakarsai oleh (mantan) presiden Gusdur, ketika ia masih menjabat sebagai peresiden diprotes beberapa partai terutama yang berlatar belakang agama di Indonesia usul rekonsiliasi oleh Gusdur telah membuka kesempatan bagi orang-orang yang masih percaya pada ideologi berhaluan kiri untuk kembali aktif dalam politik Indonesia, yaitu memiliki hak untuk memilih. Sesuatu hal yang tak didapatkan pada era Soeharto



G.   Para Perwira Yang Gugur Dalam Periatiwa G 30 S/PKI
Pada hari kamis malam jum’at tanggal 30 september 1965 partai Komunis Indonesia (PKI) mulai melakukan aksi pemberontakan  dibawah pimpinan letnan kolonel Untung dari Cakra Birawa (pasukan pengawal presiden) dan brigadir Jendral Soeparjo. Aksi tersebut menamakan dirinya gerakan 30 September (G 30 S). mereka menculik para perwira tinggi ABRI yang disebut anggotra dewan jendral. Kemudian, disiksa dan dibunuh secara keji tanpa pri kemanusiaan. Setelah disiksa dan di buinuh, kemudian mayatnya dimasukkan kedalam sumur tua yang dalamnya sekitar 12 meter di lubang buaya, dekat Bandara Halim Perdana Kusumah Jakarta.
Para Perwira yang gugur dalam kekejian dan kekejaman PKI pada waktu itu adalah :
a.       Jendral TNI (Anumerta) Ahmad Yani
b.      Letnan Jendral TNI (Anumerta) MT Haryono
c.       Letnan Jendral TNI (Anumerta) S. Parman
d.      Letnan Jendral TNI (Anumerta) R. Suprapto
e.       Mayor Jendral TNI (Anumerta) D.I Panjaitan
f.       Mayor Jendral TNI (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo dan
g.      Kapten TNI (Anumerta) Piere Andrias Tentean
Peristiwa pemberontakan ini tidak hanya di Jakarta, di Jogjakartapun terjadi penculikan dan pembunuhan, yang mengakibatkan gugurnya :
a.       Brigadir Jendral TNI (Anumerta) Katamso Dharmo Kusumo
b.      Kolonel TNI (Anumerta) Sugiyono Mangunwiyoto
c.       AIP Tk.II Polisi (Anumerta) Karel Satsuit Tubun (Pengawal rumah Dr.J.Leimena)
Pada peristiwa tersebut (30 September 1965) PKI juga hendak membunuh Jendral A.H. Nasution, Menteri koordinator pertahanan dan keamanan/kepala staf Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tetapi tidak berhasil. Pak Nasution dapat meloloskan diri, namun ajudannya Lettu Piere Andrias Tendean di culik dan dibunuh. Hal ini terjadi karena dengan beraninya beliau mengaku sebagai Pak Nasution. Kejadian itupun menewaskan putri Jendral Nasution yang masih bersekolah di Taman Kanak-kanak, yaitu ade Irma Suryani Nasution.
Para pahlawan korban kekejaman dan keganasan PKI tersebut oleh pemerintah di anugerahi gelar sebagai “Pahlawan Revolusi”.
H.   Usaha Penumpasan G 30 S/PKI
Terjadinya pengkhianatan PKI dengan gerakan 30 September, menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia, pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, PKI mengumumkan melalui RRI telah terbentuknya “Dewan Revolusi”. Mereka bersdalih bahwa dewan ini telah mengamankan Republik Indonesia dari gerakan Dewan Jendral merebut pemerintahan. Dewaan revolusi ini di ketuai oleh Letnan Kolonel untung. Pada pidatomya, Letkol Untung mengatakan bahwa semua tentara yang berpangkat lebih dari Letkol akan di turunkan.
Oebuatan PKI ini jelas telah melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Republik Indonesia. Karena itu, PKI harus di tumpas, untuk itu, Panglima Kostrad Mayjen Soeharto mengambil alih pimpinan TNI-AD, kemudian mengadakan koordinasi dengan angkatan udara, angkatan laut, dan kepolisian untuk bersama-sama menumpas dan membersihkan PKI dari bumi pertiwi. Pada tanggal 1 oktober 1965 sore harinya rri dapat dikuasai kembali kemudian, pada malam harinya mayjen Soeharto berpidato melalui RRI bahwa tindakan G 30 S PKI adalah usaha pemberontakan untuk merebut kekuasaan negara. Beliau berseru kepada rakyat agar tetap tenang dan dapat membantu ABRI dalam menumpas PKI. Pada tanggal 2 Oktober 1965 di bawah pimpinan Kolonen Sarwo Edhi Wibowo TNI menyerbu daerah bandar udara halim perdana kusuma yang menjadi pusat kegiatan G 30 S PKI.
Kemudian, atas petunjuk seorang anggota polisi, sumur tua yang digunakan untuk menguburkan anggota angkatan darat ditemukan di lubang buaya, daerah sekitar bandar udara halim Perdana Kusumah, pada tanggal 3 oktober 1965. dengan direbutnya bandar udara Halim Perdana Kusumah sebagai pusat pergerakan. Pengikut PKI di daerah-daerah lainnya dapat di lumpuhkan.
Untuk operasi pemulihan keamanan dan ketertiban, presiden Soekarno menunjuk Mayjen Soeharto sebagai panglima komando pemulihan keamanan dan ketertiban (Pangkopkamtib). Kemudian, dilakukan operasi militer dengan dukungan rakyat untuk menumpas PKI sampai ke akar-akarnya di seluruh Indonesia.
Usaha-usaha dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan pemberontakan ini, antara lain menumpas dan membubarkan PKI bersama ormas-ormasnya dan mengadili tokoh-tokoh yang mendalangi pemberontakan.
Akhirnya semua pelaku pemebrontakan di tangkap, kemudian di adili oleh Mahkamah Militer Luar biasa  (MAHMILUB) dan di jatuhi hukuman mati. Sebagian lagi dipenjarakan di pulau Buru Maluku.
Para pahlawan revolusi yang diangkat dari sumur tua (lubang buaya), kemudian di makamkan di taman makam pahlawan Kalibata Jakarta.
I.   Lahirnya Orde Baru
Setelah penumpasan G 30 S/PKI rakyat menuntut agar PKI beserta ormas-ormasnya di bubarkan. Akan tetapi, pemerintah tidak tegas sehingga muncul kesatuan-kesatuan aksi yang setia pada Pancasila. Mereka menentang terhadap para pendukung dan keberadaan PKI. Di mana-mana muncul bentrokan keadaan ekonomi semakin memburuk, dan keamanan sering terganggu. Pada saat itu muncul kesatuan-kesatuan aksi yang di pelopori oleh para mahasiswa diantaranya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Kemudian, muncul pula kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kasatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan kesatuan-kesatuan aksi lainnya. Mereka bergabung dengan menamakan diri Front Pancasila sebagai penentang PKI.
Pada tanggal 10 januari 1966 Front Pancasila ini, mengajukan tiga tuntutan yang dikenal dengan sebutan TRI TURA (Tiga Tuntutan Rakyat)
a.       Bubarkan PKI
b.      Bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI
c.       Turunkan harga/perbaikan ekonomi
Dukungan masyarakat terhadap aksi ani 30 S dan PKI semakin meningkat sehingga pemerintah mendapat tekanan yang besar. Untuk mengatasi hal itu, presiden Soekarno, beberapa anggota kabinet, dan perwira TNI mangadakan pembicaraan di istana Bogor. Hasil dari pembicaraan itu, presiden Soekarno memerintahkan letjen Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat Pangkopkamtib untuk memulihkan keadaan dan wibawa pemerintah pada tanggal 11 maret 1966. dalam menjalankan tugas itu, Letjen Soeharto harus melaporkan segala sesuatu kepada presiden.
Tugas ataupun perintah itu di buat dalam suatu surat yang dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar keesokan harinya tanggal 12 maret 1966 Letjen Soeharto atas nama presiden Soekarno menandatangani keputusan Presiden No.1/3/1966 tentang pembubaran PKI dan ormas-ormasnya keputusan tersebut diperkuat dengan ketetapan MPRS No.X/MPRS/1966 selain itu, PKI dinyatakan partai yang terlarang di Indonesia sejak itulah tatanan kehidupan bangsa Indonesia bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dengan sebutan ORDE BARU.
Berdasarkan sidang umum MPRS tahun 1967, diangkatlah Jendral Soeharto selaku pengemban supersemar, sebaga pejabat presiden. Sejak itu di bentuklah tatanan kehidupan baru bangsa dengan pola pembangunan berencana. Ada program pembangunan jangka panjang, yaitu selama 25 tahun yang dilaksanakan selam bertahap dalam bentuk Pembangunan Lima Tahun (Pelita) secara berturut-turut :

Pelita I          Dari tanggal 1 april 1969 sampai dengan 31 maret 1974, dengan titik berat pada bidang/ sektor pertanian dan industri yang mendukung partanian
Pelita II        Dari tanggal 1 april 1974 sampai dengan 31 Maret 1979 dengan titik berat pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Pelita III       Dari tanggal 1 april 1979 sampai dengan 31 maret 1984, dengan titik berat sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi
Pelita IV       Dari tanggal 1 april 1984 sampai tanggal 31 maret 1989 dengan titik berat pada sektor pertanian dan industri mesin
Pelita V        Dari tanggal 1 april 1989 sampai dengan 31 maret 1994 dengan titik berat pada bidang/ sektor pembangunan untuk tinggal landas.
Pembangunan Lima Tahun (Pelita) dari I-V merupakan tahapan pola pembangunan jangka panjang tahap I. mulai Pelita VI kita menuju pada pelaksanaan pola pembangunan  jangka panjang tahap II.
Pelita VI dari tanggal 1 April 1994 sampai dengan 31 Maret 1999 dengan titik berat pada sektor industri untuk siap tinggal landas.




BAB III
KESIMPULAN

Partai Komunis Indonesia (PKI) telah melakukan pemberontakan dua kali yaitu pada tahun 1948 di Madiun yang di pimpin oleh Musso. Pemberontakan yang kedua terjadi pada tahun 1965 di Jakarta di pimpin oleh D.N. Aidit.
Peristiwa G 30 S/PKI terjadi pada hari kamis malam jum’at tanggal 30 September 1965
Para Perwira yang gugur dalam peristiwa G 30 S/PKI di Jakarta yaitu:
a.       Jendral TNI (Anumerta) Ahmad Yani
b.      Letnan Jendral TNI (Anumerta) MT Haryono
c.       Letnan Jendral TNI (Anumerta) S. Parman
d.      Letnan Jendral TNI (Anumerta) R. Suprapto
e.       Mayor Jendral TNI (Anumerta) D.I Panjaitan
f.       Mayor Jendral TNI (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo dan
g.      Kapten TNI (Anumerta) Piere Andrias Tentean
Sedangkan perwira yang gugur karena pemberontakan G 30 S/PKI di Jogjakarta adalah:
a.       Brigadir Jendral TNI (Anumerta) Katamso Dharmo Kusumo
b.      Kolonel TNI (Anumerta) Sugiyono Mangunwiyoto
c.       AIP Tk.II Polisi (Anumerta) Karel Satsuit Tubun (Pengawal rumah Dr.J.Leimena)
Para pahlawan korban kekejaman dan keganasan PKI oleh pemerintah di anugerahi gelar Pahlawan Revolusi
Pada tanggal 2 oktober 1965, dibawah Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, TNI menyerbu daerah Lubang Buaya dan Pangkalan Halim Perdana Kusumah untuk membersihkan pusat kegiatan G 30 S/PKI
Pada tanggal 10 januari 1966 Front Pancasila mengajukan tiga tuntutan yang disebut TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat), yang isinya adalah :
·         Bubarkan PKI
·         Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI
·         Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Pada tahun 1967, Soeharto selaku pengemban Supersemar diangkat menjadi pejabat presiden.

No comments:

Post a Comment