BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi bahan pelajaran serat cara yang digunakan sebagai pedoman
untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Kurikulum merupakan salah satu
komponen yang menentukan dalam suatu sistem pendidikan karena merupakan alat
untuk mencapai tujuan pendidikan
Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didik pun
akan dinamis, maka perkembangan kurikulum dinamis, sehingga peserta didik tidak
terasing dalam masyarakat.
Seiring dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan dan teknologi
yang melaju cepat, dan dinamis, menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku
pendidikan juga berkembang, untuk itu pemerintah melalui guru berusaha
mewujudkan sumber daya manusia yang kompeten sebagai produk hasil dari
proses pendidikan. Maka dari itu perlu adanya pengembangan kurikulum
sebagai modal dasar agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat mencapai
tujuan yang diharapkan. Dalam pengembangan kurikulum, banyak model-model yang
digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan
kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikannya serta
kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan
sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model
konsep pendidikan mana yang digunakan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengembangan kurikulum
adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap sekolah/lembaga pendidikan, hal ini
bertujuan agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara maksimal. Hal tersebut
sesuai denagan pernyataan Dirjen Diknas Depdiknas Indra Jati Sidi “Sekolah
tidak dilarang untuk mengembangkan kurikulum sendiri. Dalam kaitan ini, sekolah
seharusnya lebih kreatif mengembangkan kurikulum yang bermanfaat bagi peserta
didik, tanpa harus menunggu petunjuk dari pemerinta. Hanya saja pengembangan
itu harus tetap berdasarkan pada desaion kurikulum nasional”.
Kebebasan sekolah untuk
mengembangkan kurikulum
sebagaimana yang telah dilontarkan oleh Dirjen Diknas Depdiknas Indra Jati
Sidi, sebenarnya merupakan peluang sekaligus tantangan bagi pelaku pendidik terutama
bagi kepala sekolah dalam birokrat pendidikan yang terkait. Pendidikan
merupakan suatu hal yang harus diindahkan oleh setiap insan bila dia
ingin mencapai kesuksesan dan kebahagian baik di dunia maupun di akhirat. Hal
tersebut sejalan dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: barang siapa yang
menginginkan dunia (kebahagiaan hidup di dunia), maka hendaklah ia menguasai
ilmunya, dan barang siapa menghendaki akherat (kebahagiaan hidup di akhirat),
hendaklah ia menguaisai ilmunya, dan barang siapa menghendaki keduanya, maka
hendaklah ia mengusai ilmu keduanya. (Hadits Nabi).
Tidak berlebihan banyak
kalangan masyarakat yang menganggap madrasah adalah sebuah wadah penampung
segala harapan hidup dan masa depan mereka, lebih-lebih dalam menghadapi era
globalisasi yang semakin membrutal. Hal ini dikarena masyarakat saaat ini menganggap
bahwa pendidikan agama Islam merupakan jalan penopang ambruknya akhlak
masyarakat. Sehingga banyak kalangan memberi gelar bahwa madrasah merupakan
pendidikan yang bernafaskan keislaman. Di dalam A. Malik Fadjar juga disebutkan
bahwa (Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah) merupakan sekolah umum yang berciri
khas Islam dan menjadi bagian keseluruhan system pendidikan nasional di negara
kita. Dengan adanya madrasah ditengah-tengah masyarakat maka madrasah harus
bisa menempatkan diri dan mampu bersosialisasi dengan perkembangan lingkungan
yang berjiwa positif serta dapat menjawab porsoalan-porsalan yang ada.
Lantas dari hal ihwal
di atas mampukah madrasah berubah di tengah sekelumit masalah yang ditimpakan
kepadanya? Sebagai bagian dari lembaga pendidikan Islam, madrasah seharusnya
mampu menyesuaikan dengan tuntutan kehidupan era global. Maka salah satu
cara yang harus dilakukan adalah melakukan adaptasi kurikulum. Karena tanpa
adanya upaya adaptasi kurikulum, maka madrasah tersebut bisa dipastikan akan
tertinggal jauh dari masanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Anik Gufron yang
menyatakan bahwa "Tanpa upaya adaptasi kurikulum, maka sekolah madrasah
ataupun lembaga pendidikan Islam lainnya akan sulit berkembang menjadi sekolah
unggulan," Anik Gufron, pakar kurikulum Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Jogyakarta (UNJ).
Menurut Anik Gufron, sebenarnya tidak terlalu
sulit bagi sejumlah praktisi pendidikan untuk mengembangkan kurikulum manakala
bentuk kehidupan era global itu sudah nyata. Yang sukar adalah memprediksi
gambaran kehidupan masa depan yang belum jelas. Karena itu, untuk dapat
merancang dan mengembangkan kurikulum yang adaptable dengan kehidupan di era
global, terlebih dulu harus memahami berbagai kecenderungan yang menjadi ciri
pokok kehidupan di era global.
Untuk mensukseskan PAI, maka harus ada pengontrol yang konsisten
disegala aspek, baik itu aspek lembaga, komponen-komponen pendidikan maupun yang
lainnya. Pporsi PAI lebih kepada lembaga pendidikan madrasah. Untuk itu
madrasah harus lebih ketat pembinaan PAI dibandingkan dengan sekolah umum.
Dalam perkembangan pemikiran dewasa ini pendidikan adalah sesuatu yang sangat
vital atau urgen, karena dengan adanya IMTAQ dan IPTEK maka perjalan kehidupan
akan teratur sesuai dengan irama zaman. Sehubungan dengan itu maka madrasah
harus bisa mempersiap diri lebih rapi, sehingga apa yang menjadi harapan
masyarakat akan bisa terwujud. Karena bagaimanapun madrasah merupakan
pendidikan yang berbasis masyarakat.
Dalam mengatasi masalah
persoalan yang semakin kompleks ini maka madrasah sekali lagi perlu melihat
kedepan, dalam artian kurikulum yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman perlu adanya perobahan model kurikulum secara
sungguh-sungguh. Tetapi model perkembangan kurikulum yang coba dikembangkan
tidak boleh lepas dari ketetapan pemerintah yang jugak terdapat dalam GBHN. Model pengembangan
kurikulum PAI harus betul-betul diperhatikan, lebih-lebih dalam
aplikasinya ketika proses belajar mengajar berlangsung. Selama ini paham dari
kebanyakan masyarakat menganggap bahwa dengan kehadiran PAI disekolah
diharapkan mampu membinak keilmuan baik dari segi IPTEK maupun IMTAK peserta
didika. Anggapan seperti ini harulah benar-benar diperhatikan karena kalau
tidak akan berakibat patal. Kita tahu pada saat sekarang ini peran PAI bukan
hanya sekedar mengutamakan pendidikan agama saja tetapi lebih diharapkan ada
perpaduan antara pendidikan umum dengan pendidikan agama.
Muhaimin menyatakan bahwa kurikulum
madrasah perlu dikembangkan secara terpadu, dengan menjadikan ajaran dan
nilai-nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultasi bagi pengembangan
berbagai mata pelajaran umum, yang operasionalnya dapat dikembangkan dengan
cara mengimplisitkan ajaran dan nilai-nilai Islam kedalam bidang studi IPS, IPA
dan sebagainya, sehingga kesan dikotomis tidak terjadi. Model pembelajaran bisa
dilaksanakan melalui team teacing, yakni guru bidang IPS, IPA atau lainnya
bekerja sama dengan guru pendidikan agama Islam untuk menyusun desain
pembelajaran secara konkret dan detail, untuk diimplementasikan dalam kegiatan
pembelajaran.
Disinilah bahwa seorang
pengembang kurikulum mempunyai peran yang sangat penting dalam model
pembelajaran dan model-model pengembangan kurikulum yang cocok untuk
pengembangan madrasah, dari itu permasalah ini sangat menarik untuk diteliti.
Di dalam teori kurikulum
setidak-tidaknya terdapat 4 pendekatan dalam pengembangan kurikulum di
antaranya, yaitu: pendekatan subyek akademik; pendekatan humanistik; pendekatan
teknologi; dan pendekatan rekonstruksi sosial.
a.
Model Pengembangan
Kurikulum melalui Pendekatan Subjek Akademis
Pendekatan ini adalah
pendekatan yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri kurikulumnya mirip
dengan tipe ini. Pendekatan subyek akademik dalam menyususn kurikulum atau
program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.
Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi
ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara
menetapkan lebih dulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari
peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Tujuan kurikulum subyek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta
melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelititan.
b.
Model Pengembangan
Kurikulum Melalui Pendekatan Humanistik
Pendekatan Humanistik dalam
pengembangan kurikulum bertolah dari ide memanusiakan manusia. Penciptaan
jkonteks yang memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk
mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar
evaluasi dan dasar pengmbangan program pendidikan.
Kurikulum pada pendekatan ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
Kurikulum pada pendekatan ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1)
Partisipasi, kurikulum ini menekankan
partisipasi murid dalam belajar. Kegiatan belajar adalah belajar bersama,
melalui berbagai bentuk aktivitas kelompok. Melalui vartisivasi kegiatan
bersama, murid-murid dapat mengadakan perundingan, persetujuan, pertukaran
kemampuan, bertanggung jawab bersama, dan lain-lain. Ini menunjukkan cirri yang
non- otoriter
2)
Intergrasi, melalui partisipasi dalam
berbagai kegiatan kelompok terjadi interaksi, interpenetrasi, dan integrasidari
pemikiran, dan juga tindakan.
3)
Relevansi, isi pendidikan relevan dengan
kebutuhan, minat dan kebutuhan muridkarena diambil dari dunia murid oleh murid
sendiri.
4)
Pribadi anak, pendidikan ini memberikan tempat
utama pada pribadian anak.
5)
Tujuan, pendidikan ini bertujuan pengembangan
pribadi yang utuh, yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan
secara menyeluruh.
c.
Model Pengembangan
Kurikulum Melalui Pendekatan Teknologi
Pendekatan teknologis dalam
menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.
Pembelajaran PAI dikatakan
menggunakan pendekatan teknologis, bila mana yang menggunakan pendekatan sistem
dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan, dan
menilainya.
Pendekatan teknologis ini
sudah tentu mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia terbatas pada
hal-hal yang bisa dirancang sebelumnya. Karena dari itu pendekatan teknologis
tidak selamanya dapat digunakan dalam pembelajaran PAI. kalau kegiatan
pembelajaran pendidikan agama Islam hanya sampai kepada penguasaan materi dan
keterampilan menjalankan ajaran agama, mungkin bisa mengunakan pendekatan
teknologis, sebab proses dan produknya bisa dirancang sebelumnya.
Pesan-pesan pendidikan
agama Islam tidak semua dapat didekati secara teknologis. Sebagai contoh:
bagaimana membentuk kesadaran keimanan peserta didik terhadap Allah Swt.,
malaikatnNya, kitab-kitabNy dan lainnya. Masalah kesadaran keimanan banyak
mengadung masalah yang abstrak, yang tidak hanya dilihat dari perilaku riil
atau konkritnya. prinsip efisiensi dan efektivitas (sebagai ciri khas
pendekatan teknologis) kadang kala juga sulit untuk dicapai dan dipantau oleh
guru, karena pembentukan keimanan, kesadaran pengamalan ajaran Islam dan
berakhlak Islam, sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan agama Islam,
memerlukan proses yang relatif lama, yang sulit dipantau hasil belajarnya
dengan hanya mengandalkan pada kegiatan belajar-mengajar di kelas dengan
pendekatan teknologis. Kerena itu perlu menggunakan pendekatan lain yang
bersifat non-teknologis.
d.
Model Pengembangan
Kurikulum Melalui pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan Rekonstruksi Sosial dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi
dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi,
serta bekerja secara kooperatif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju
pembentukkan masyarakat yang lebih baik.
Kurikulum rekonstruksi sosial disamping
menekankan isi pembelajaran atau pendidikan juga sekaligus menekankan proses
pendidikan dan pengalaman belajar. Pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi
bahawa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupannya selalu
membutuhkan manusia lain, selain hidup bersama, berinteraksi dan bekerja sama.
Isi pendidikan terdiri atas problem-problem
aktual yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat. Proses pendidikan
atau pengalaman belajar peserta didik berbentuk kegiatan-kegiatan belajar
kelompok yang mengutamakan kerja sama, baik antar peserta didik, peserta didik
dengan guru/dosen dengan sumber-sumber belajar yang lain. Karena itu, dalam
menyusun kurikulum atau program pendidikan PAI bertolak dari problem yang
dihadapi dalam masyarakat sebagai isi PAI, sedang proses atau pengalaman
belajar peserta didik adalah dengan cara memerankan ilmu-ilmu dan teknologi,
serta bekerja secara kooparatif dan kolaboratif, berupaya mencari pemecahan
terhadap problem tersebut menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Model pembelajaran PAI berwawasan
rekonstruksi sosial dapat digambarkan di bawah ini sebagai berikut.
Model
Pembelajaran Pai Berwawasan Rekonstruksi Sosial Masyarakat (Society)
Dari gambar di atas dapat
disejelaskan bahwa, peserta didik terjun kemasyarakat dengan dilandasi oleh
internalisasi ajaran dan nilai-nilai Islam, yang mengandung makna bahwa setiap
langkah dan tahap kegiatan yang hendak dilakukan dimasyarakat selalu dilandasi
oleh niat yang suci untuk menjunjung tinggi ajaran dan nilai-nilai fundamental
Islam sebagaimana yang tertuang dan terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah/hadis
Rasulullah Saw., serta berusaha membangun kembali masyarakat atas dasar
komitmen, loyalitas dan dedikasi sebagai pelaku terhadap ajaran dan nilai-nilai
Islam tersebut.
1. Tahap Analisis
a.
GAPI dan peserta didik mengidentifikasi dan
menganalisis kebutuhan. Hasil yang diharapkan adalah teridentifikasinya: (1)
konteks atau karakteristik masyarakat yang menghadapi problem; (2) katagori
permasalahan atau problem yang ada dimasyarakat; (3) tema-tema pelajaran PAI;
(4) skala prioritas tema pelajaran PAI.
b.
Analisis tugas. Hasil yang diharapkan adalah
teridentifikasinya: (1) berbagai kebutuhan pembelajaran PAI yang mampu
menyelesaikan problem yang ada di masyarakat atau kualifikasi yang diharapkan
dengan hasil kinerja berdasarkan persyaratan yang tertuang dalam uraian tugas
yang meliputi: pengetahuan, keterampilan, sikap dalam menjalankan tugas yang
diharapkan; (2) berbagai posisi yang memerlukan dukungan pembelajaran guna
memecahkan masalah yang dihadapi, seperti posisi GPAI, kelompok-kelompok
peserta didik, tokoh-tokoh masyarakat, masyarakat yang menjadi subjek dan sasaran
program pembelajaran PAI.
c.
menentukan peserta atau siapa yang menjadi
subjek dan apa sasaran program. Hasil yang diharapkan. Hasil yang diharapkan;
(1) tersusunnya klasifikasi peserta; (2) kriteria peserta berdasarkan hasil
penjagagan kebutuhan dan uraian tugas yang ada yang dapat mempengaruhi tingkat
kedalaman tujuan, penyusunan materi, dan pemilihan metode.
2. Tahap Desain
a.
Merumuskan tujuan dan target pembelajaran
PAI.
b.
Merancang program pembelajaran PAI (tema
pokok, pendekatan dan metode, media dan sumber belajar, serta evaluasinya)
c.
Menetapkan waktu dan tempat pelaksanaannya.
Pada tahap desain (a, b, dan
c), hasil yang diharapkan adalah tersusunnya rencana dasar penyelenggaraan
pembelajaran PAI di masyarakat yang mencakup: (1) tujuan pembelajaran PAI; (2)
pokok-pokok dan sub pokok bahasan; (3) metode dan media pembelajaran; (4)
kriteria dan jumlah peserta yang menjadi subjek dan sasaran pembelajaran PAI;
(5) kriteria atau kualifikasi fasilitator dan jumlah fasilitator yang
dibutuhkan; (6) waktu penyelenggaraan dan perincian waktu; (7)
teridentifikasinya tempat penyelenggaraan; (8) jumlah anggaran biaya yang
dibutuhkan; (9) komponen pendukung lainnya.
Mengembangkan dalam
proposal atau TOR (Team of reference), yang berisi; (1) latar
belakang/pendahuluan, yang menjelaskan berbagai permasalahan atau sense of
crisis dan alasan pelaksanaan program; (2) pernyataan tujuan yang menyangkut
tujuan umum atau khusus; (3) pokok-pokok bahasan materi pelajaran PAI, sehingga
permasalahan dapat terpecahkan; (4) pendekatan dan metode, yakni uraian singkat
tentang pendekatan dan cara bagaimana pokok bahasan akan diproses untuk
mencapai tujuan; (5) fasilitator dan program, yakni kualifikasi atau
persyaratan dan atau kriteria fasilitator yang dibutuhkan serta jumlah yang
dikehendaki, serta menguraikan kualifikasi atau persyaratan dan jumlah peserta
yang akan dikenai sasaran pembelajaran PAI; (6) komponen-komponen lain yang
bersifat logistik, seperti tempat, waktu, dan lain-lainnya.
3. Tahap Implementasi
Yakni pelaksanaan program
atau implementasi terhadap apa yang tertuang dalam TOR. Dlam hal ini prlu
dibuat skenario pembelajran PAI, yang berisi: (1) beberapa jumlah hari yang
diperlukan; (2) perincian materi dari tema pokok pembelajaran PAI yang
dipelajari, dialami serta diinternalisasi oleh peserta dalam beberapa sesi; (3)
perincian skenario kegiatan pembelajaran, misalnya: materi 1 tentang apa, butuh
berapa sesi, topik masing-masing sesi yang merupakan penjabaran dari materi,
apa kegiatan fasilitator dan peserta, berapa waktu yang dibutuhkan untuk
masing-masing kegiatan.
4. Tahap evaluasi dan umpan
balik
Yakni evaluasi pelaksanaan
programnya sehingga ditemukan titik-titik kelebihan dan kelemahannya, dan
melalui evaluasi tersebut akan diperoleh umpan balik untuk diselanjutnya
direvisi programnya untuk perbaikan pelaksanaan pembelajaran PAI
berwawasan rekonstruksi sosial di masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa model
pengembangan kurikulum adalah langkah sistematis dalam penyususnan kurikulum.
Alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan dan mengevaluasi
suatu kurikulum.model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu
proses sistem perencanaan program pembelajaran yang dapat memenuhi
berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan, berdasarkan pada
perkembangan teori dan praktek kirikulum.
Ada banyak model-model pengembangan kurikulum yang
dikemukakan oleh para ahli, diantaranya: 1).Model Ralph Tyler (Basic
Principles Curriculum and Instruction). 2). Model Taba (inverted
Model ), 3). Model Olivia 4). D.K. Wheeler (Curriculum Process,5). Audery
dan Howard Nicholls, 6). Deckler Walker, 7). Malcolm Skilbeck (dyanamic or
interactive models), 8). Model Administratif, 9). Model Grass Roots, 10). Model
Demonstrasi, dari beberapa model tersebut, pada dasarnya semua kurikulum
tersebut, memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan
evaluasi yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Zainal, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,
Jogjakarta: Diva Press
Idi,
Abdullah, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik , Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013
Nasution,Pengembangan
Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993
Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Ruhimat,
Toto dan Alinawati, Muthia, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Rajawali
Press, 2013
Sanjaya,
Wina, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011
Subandijah,
Pengembangan dan inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996
Sukmadinata,
Nana Syaodih, Pengembangan kurikulum teori dan praktik , Bandung: PT.
Remaja
Rosdakarya,
1999 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung:
PT. Imperial Bhakti Utama, 2007
No comments:
Post a Comment